Dihapus MK, Kriminalisasi Tukang Gigi Kembali Muncul di RUU KUHP

Dihapus MK, Kriminalisasi Tukang Gigi Kembali Muncul di RUU KUHP

Tsarina Maharani - detikNews
Kamis, 29 Agu 2019 11:22 WIB
Ilustrasi (Dok. detikcom)
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pemidanaan terhadap tukang gigi yang telah mengantongi izin dari pemerintah. Namun, dalam RUU KUHP, kriminalisasi tukang gigi kembali muncul.

Hal itu tertuang dalam Pasal 276 RUU KUHP yang didapat detikcom, Kamis (29/8/2019). Pasal 276 ayat 2 mengancam 5 tahun penjara bagi tukang gigi. Bunyinya yaitu:

Setiap Orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sebelumnya, kriminalisasi tukang gigi ditentang para tukang gigi ke MK. Kriminalisasi tukang gigi tertuang dalam Pasal 78 UU Kedokteran, yang berbunyi:

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta.

Pada 15 Januari 2013, MK membatalkan kriminalisasi tukang gigi, sepanjang telah mengantongi izin pemerintah. Bunyi Pasal 78 harus dibaca:

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik, kecuali tukang gigi yang mendapat izin praktik dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta.

"Seharusnya, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan antara dokter gigi dan tukang gigi saling bersinergi dan mendukung satu sama lain dalam upaya meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan gigi masyarakat," kata Ketua MK Mahfud Md saat membacakan putusan tersebut.



MK menilai profesi tukang gigi dapat dimasukkan/dikategorikan dalam satu jenis pelayanan kesehatan tradisional Indonesia yang harus dilindungi oleh negara dalam suatu peraturan tersendiri. Berdasarkan penilaian hukum di atas, MK berpendapat Pasal 73 ayat (2) UU 29/2004 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu bertentangan dengan konstitusi jika larangan dalam pasal tersebut diberlakukan terhadap tukang gigi yang telah memiliki izin dari pemerintah.

Dihapus MK, Kriminalisasi Tukang Gigi Kembali Muncul di RUU KUHP

"Penghapusan pekerjaan tukang gigi dengan alasan karena pekerjaan tersebut berisiko sehingga hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang berkompeten sebagaimana keterangan pemerintah, menurut Mahkamah, hal tersebut bukan merupakan penyelesaian yang tepat. Karena selain keberadaan pekerjaan tukang gigi telah lebih dahulu ada sebelum adanya kedokteran gigi di Indonesia, keberadaan tukang gigi dapat menjadi alternatif lain bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi yang terjangkau," ujar Mahfud Md.
Halaman 2 dari 2
(asp/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads