Sidang perdana PK itu digelar hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Maqdir Ismail, sebagai kuasa hukum Novanto, turut membeberkan bukti-bukti yang dianggapnya baru sebagai novum atas pengajuan PK itu.
"Pemohon PK pada kesempatan ini mohon kepada Bapak Ketua Mahkamah Agung RI melalui Majelis Hakim Agung Peninjauan Kembali yang menangani perkara ini berkenan memutuskan mengadili kembali (yaitu) menyatakan pemohon PK atau terpidana Setya Novanto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum dan membebaskan terpidana oleh karena itu dari seluruh dakwaan tersebut," kata Maqdir membacakan petitum dalam permohonan PK tersebut.
Salah satu novum yang dibawa Maqdir yaitu keterangan seorang agen Federal Bureau of Investigation atau FBI bernama Jonathan E Holden. Agen FBI itu disebut Maqdir sebagai orang yang pernah meminta keterangan Johanes Marliem yang disebut-sebut sebagai salah satu saksi penting dalam pusaran kasus korupsi e-KTP.
"Dalam pemeriksaannya terhadap rekening Johanes Marliem, Jonathan E Holden menerangkan bahwa tidak menemukan fakta atau pengakuan ada pengiriman uang sebesar USD 3,5 juta kepada siapa pun, tidak juga ada pengiriman kepada Juli Hira atau Iwan Baralah atau klien mereka," ujar Maqdir.
Hal-hal yang disebutkan dalam PK Novanto itu membuka kembali lembaran lama dalam perkara itu. Apa saja?
Sebelum membahas tentang apa urusan agen FBI itu dengan KPK, ada baiknya dipahami bila jaksa KPK sudah sejak awal menyebutkan ruwetnya aliran duit suap dalam kasus ini, terutama yang diyakini untuk Novanto. Skema aliran uang itu melibatkan pengiriman uang antarnegara serta peran perusahaan penukaran uang atau money changer. Untuk memudahkan secara bahasa, skema aliran uang itu disebut 'barter dolar'.
Untuk memahami bagaimana aliran uang itu, silakan mengecek tautan berita detikcom di bawah ini:
Proyek e-KTP digarap oleh Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo. Lalu di mana peran Marliem?
KPK menyebutkan Marliem sebagai Direktur Biomorf Lone LCC Amerika Serikat yang mengelola automated finger print identification system (AFIS) merk L-1 pada proyek e-KTP. Keberadaan Marliem di AS yang membuat KPK kemudian bekerja sama dengan FBI.
FBI meminta keterangan pada Marliem yang lalu digunakan KPK dalam persidangan di Indonesia. Marliem telah meninggal dunia karena diduga menembak kepalanya sendiri. Persoalan keterangan Marliem digunakan KPK itu pernah dibahas dalam sidang ketika Novanto mengajukan pleidoi.
"Keabsahan interogasi yang dilakukan FBI tidak serta merta berlaku bila ternyata FBI tidak menyatakan Miranda Warning. Dengan demikian maka beban pembuktian bahwa Johannes Marliem mengesampingkan Miranda Right yang dimilikinya tersebut ada pada FBI," ucap pengacara Novanto dalam sidang pleidoi yang digelar pada Jumat, 13 April 2018.
Terlepas dari itu pada akhirnya Novanto divonis terbukti bersalah. Hukuman 15 tahun penjara Novanto pun sudah berkekuatan hukum tetap.
Atas pengajuan PK itu KPK tidak mempersoalkannya. Bagi KPK, semua bukti sudah diuji di pengadilan.
"KPK tentu yakin dengan seluruh bukti yang sudah diuji di persidangan," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini