14 Tahun Damai, Aceh Kejar Ketertinggalan Usai 30 Tahun Konflik

14 Tahun Damai, Aceh Kejar Ketertinggalan Usai 30 Tahun Konflik

Agus Setyadi - detikNews
Kamis, 15 Agu 2019 16:39 WIB
Foto: Peringatan 14 Tahun Aceh Damai (Agus-detik)
Banda Aceh - Konflik bersenjata di Aceh yang terjadi selama 30 tahun membuat Tanah Rencong jauh tertinggal dibanding provinsi lain. Selama perang meletus, hampir sejuta warga hidup di bawah garis kemiskinan. Lalu, bagaimana perkembangan Serambi Mekah usai damai?

Konflik Aceh bermula saat tokoh Aceh Hasan Di Tiro membentuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 4 Desember 1976. Deklarasi GAM digelar di Gunung Halimon, Pidie dengan tujuan untuk memisahkan diri dari Indonesia.

Sembilan tahun berselang, perjuangan GAM mendapat dukungan dari Libya. Perekrutan pejuang GAM dilakukan besar-besaran dan sebagian mereka mendapat pelatihan di Libya, di antaranya mantan Panglima GAM Muzakir Manaf.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai konflik, Muzakir terpilih sebagai wakil gubernur Aceh periode 2012-2017. Seusai latihan perang gerilya di Aceh, pasukan GAM tersebut dipulangkan ke Aceh.



Pemerintah Indonesia kemudian menjadikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1989 hingga 1998. Operasi itu digelar untuk memburu pasukan GAM di seluruh pelosok Tanah Rencong.

Usai DOM dicabut pada 1999, seluruh pasukan TNI dan Polri yang ditugasi ke Aceh ditarik kembali. Perundingan damai antara GAM dan Pemerintah Indonesia sempat dilakukan pada 2000. Kedua pihak saat itu sepakat menghentikan konflik. Namun jeda kemanusiaan itu hanya berlangsung hingga 2002.

Konflik kembali memanas setelah Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan Aceh sebagai daerah darurat militer sejak Mei 2003. Sejak saat itu, ribuan tentara dan polisi dikirim ke Aceh untuk memburu GAM.

Kontak tembak terjadi saban hari kala itu. Setahun berselang, Aceh dilanda tsunami. Musibah dahsyat itu membuat kedua pihak sepakat berdamai. Proses penandatangan perdamaian dilakukan di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005 lalu.



Perang yang terjadi di Tanah Rencong selama 30 tahun menyebabkan masyarakat hidup di bawah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi loyo. Aceh mencekam. Provinsi paling ujung barat Indonesia ini jauh tertinggal dibandingkan daerah lain.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, angka kemiskinan di Aceh melonjak drastis sejak 2002 yaitu menjadi 29,83 persen (1,1 juta jiwa) dari sebelumnya 19,20 persen pada 2001. Selama tiga tahun, tingkat kemiskinan masyarakat Tanah Rencong di atas 28 persen.



Pasca damai, tingkat kemiskinan mulai ditekan. Pada 2007, misalnya, jumlah penduduk miskin turun menjadi 26.65 persen. Setiap tahun tren angka kemiskinan terus menurun menjadi 23.53 persen (pada 2008), 21.80 persen (2009), 20.98 persen (2010) dan 19.57 persen (di 2011).

Di usia perdamaian 14 tahun, Aceh masih menjadi provinsi nomor satu termiskin di Sumatera. Berdasarkan data Maret lalu, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 819 ribu orang (15,32 persen). Jumlah ini berkurang sebanyak 12 ribu orang dibandingkan September 2018 yang jumlahnya 831 ribu orang (15,68 persen).

Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Aceh saat ini sudah menunjukkan angka positif dibandingkan semasa konflik. Meski demikian, dia meminta semua pihak agar tidak terlalu berpuas diri karena Tanah Rencong masih kalah dengan provinsi lain.

"(Pertumbuhan ekonomi) Kita kan dari posisi minus, dia enggak langsung bisa plus. Spektrum kan dari minus ke nol dulu. Baru dia bergerak ke plus. Nah kalau melihat ini sebenarnya sudah lumayan. Tapi kita tidak boleh berpuas diri karena dengan provinsi lain kita tertinggal," kata Nova kepada wartawan usai peringatan 14 tahun Aceh Damai, Kamis (15/8/2019).



"Tapi kalau lihat spektrumnya kita dari minus ke nol dan sudah bergerak ke plus. Tapi kan kita pembandingnya provinsi lain tidak bisa memuji diri sendiri saja. Misalnya kemiskinan dengan Bengkulu kita masih kalah," jelasnya.

Meski tingkat kemiskinan masih di bawah, kata Nova, namun tingkat inflasi Aceh lebih bagus. Sementara pertumbuhan ekonomi juga sudah mendekati rata-rata nasional.

"Yang paling membanggakan kita pengendalian inflasi bukti kerjasama kita dengan beberapa pihak, misalnya BI. Dan bagi saya pertumbuhan ekonomi kita jangan semu, jangan karena ada tambang di Aceh Barat kebun sawit selain pertumbuhan ekonomi, pemerataannya penting," ungkapnya.

Nova mengingatkan pentingnya merawat perdamaian. Soalnya selama 14 tahun perdamaian, sempat muncul benih-benih konflik di kalangan masyarakat.

"Harus diakui memang, dalam perjalanan 14 tahun damai Aceh, kita tidak selalu melalui jalan lurus yang bertaburkan bunga, namun terkadang kita juga melalui jalan yang berliku, menanjak, penuh onak duri dan kerikil-kerikil tajam. Namun sebagai masyarakat Aceh yang faham dengan kearifan lokalnya tentu permasalahan-permasalahan yang menghadang mesti diselesaikan secara bijaksana," bebernya.



Saat ini, Aceh terus berbenah. Tanah Rencong juga sudah membuka diri untuk menarik wisatawan dunia lewat sejumlah pagelaran budaya hingga event wisata.

"Kami selaku pimpinan pemerintah Aceh mengharapkan dukungan semua pihak agar bersama-sama secara bersinergi mewujudkan cita-cita yaitu mengantarkan masyarakat Aceh ke pintu gerbang kemakmuran dan kesejahteraan. Insya Allah," bebernya.

Halaman 2 dari 2
(agse/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads