Isu prediksi gempa memang menjadi isu yang menarik karena hingga kini belum ada pihak yang berani tegas mengatakan bisa memprediksi gempa. Saat masyarakat masih terkejut dengan guncangan gempa, sosok Eyang Ibung viral.
Dilansir detikcom dari akun Facebook Eyang Ibung, Sabtu (3/8/2019), akun ini memasang foto profil seorang pria berkacamata, berpeci hitam, dan berbaju koko hitam. Akun Eyang Ibung sempat menulis status sebelum gempa terjadi pada Jumat (2/8) sekitar pukul 19.03 WIB. Status itu berisi ramalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebagian warganet menilai ramalan Eyang Ibung benar, sebagian berpendapat Eyang Ibung telah mengedit ramalannya sehingga sesuai dengan peristiwa gempa yang terjadi, sebagian lagi mengingatkan agar tak mempercayai ramalan karena alasan keagamaan.
Jangan Percaya
Pelaksana harian Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Agus Wibowo mengimbau masyarakat untuk tidak percaya dengan Eyang Ibung.
"Kepada warganet mohon jangan percaya dengan ramalan Eyang Ibung atau siapa saja yang bisa meramal kapan akan terjadi gempa," kata Agus Wibowo, dihubungi terpisah.
Dijelaskannya, pakar gempa seluruh dunia saat ini dapat menghitung potensi dan lokasi gempa yang akan terjadi tapi tidak bisa menentukan waktu kapan gempa tersebut terjadi. Memang kesiapan menghadapi bencana perlu ada dalam diri tiap warga, namun bukan berarti harus percaya ramalan gempa.
"Selalu siap siaga menghadapi gempa itu adalah sikap yang tepat," tandas Agus.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono menilai ramalan itu cuma kebetulan benar. Siapapun bisa melempar ramalan, termasuk Eyang Ibung.
"Kalau misalnya barusan hari ini ngomong terus besok terjadi, itu kan bisa saja kebetulan, teknologi saja tidak mampu, apalagi ramalan begitu," tuturnya.
Perihal prediksi gempa
Meski tak ada teknologi yang mampu yang meramalkan gempa yang akan terjadi, bukan berarti kaum ilmuwan menyerah begitu saja. Mereka tetap berikhtiar mencari tahu bagaimana memprediksi gempa.
Meski belum sempurna, setidaknya para ilmuwan sudah berhasil mengungkap zona-zona rawan gempa, yakni di kawasan patahan lempeng bumi.
"Kalau diprediksi daerahnya, lokasinya, ya bisa. Kalau diprediksi kapan terjadinya, kekuatannya berapa, jam berapa, itu ya belum bisa, sampai detik ini belum bisa karena mana yang bisa membuktikan itu," ujar Rahmat Triyono.
![]() |
Soal prediksi momentum gempa yang akan terjadi, belum ada hasil yang presisi. Hingga kini ada sejumlah pendekatan yang dilakukan ahli gempa untuk mencari tahu kira-kira kapan gempa akan terjadi.
Pertama, prediksi lewat waktu perulangan (recurrence time) terjadinya gempa. Misalnya, gempa bumi dengan kekuatan magnitudo (M) 7 terjadi antara 30 dan 50 tahun sekali, gempa M 8 terjadi 50 dan 100 tahun sekali, dan gempa M 9 terjadi tiap 100-200 tahun sekali.
Sayangnya, prediksi dengan pendekatan waktu pengulangan belum bisa dilakukan. Ada kendala dalam hal pendataan gempa untuk merumuskan pola waktu perulangan gempa. Perlu data mundur hingga beberapa abad silam supaya ilmuwan mendapat gambaran waktu perulangan gempa.
"Ketersediaan data menjadi kendala. Kita harus menyimak ketersediaan data. Di BMKG, data secara baik baru tersedia tahun 1990-an, sebelumnya pengumpulan data masih manual," kata Rahmat.
Kedua, prediksi gempa lewat prekursor (tanda-tanda awal) gempa. Prekursornya berupa sinyal magnet bumi (geomagnet).
Sederhananya, sinyal magnet bumi bakal berubah bila lempeng bumi mengalami pergerakan. Bila sinyal magnet bumi terdeteksi mengalami perubahan, maka gempa bakal terjadi. Perubahan yang lain dari hari-hari biasanya itulah yang dimaksud sebagai anomali yang menjadi prekursor (tanda-tanda awal) gempa.
"Kita juga sebenarnya ada yang namanya studi untuk prekursor gempa bumi ya," ujar Rahmat. Namun studi ini masih jauh dari paripurna. Sementara ini, prediksi gempa lewat prekursor itu terlalu dini untuk diketahui khalayak ramai.
Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhamad Sadly menjelaskan soal prediksi gempa dengan metode pengamatan prekursor magnet bumi ini. Sederhananya, sinyal magnet bumi bakal berubah bila lempeng bumi mengalami pergerakan. Bila sinyal magnet bumi terdeteksi mengalami perubahan, maka gempa bakal terjadi. Perubahan yang lain dari hari-hari biasanya itulah yang dimaksud sebagai anomali. Anomali itu yang menjadi prekursor (tanda-tanda awal) gempa.
"Kita punya sensor magnet bumi, (kalau ada tanda-tanda alam) tiba-tiba sensor itu terekam pada tanggal berapa ada anomali, maka di situ diperkirakan akan terjadi misalnya gempa," ujar Sadly.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini