"Dalam dunia foto atau dalam pendapat saya presentasi foto di sini, mewakili tokoh itu tidak boleh ada kaidah etika yang harusnya tak boleh berbeda. Data yang disampaikan harus sama," kata Priadi di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2019).
Dia menjelaskan, dalam konteks fotografi potret, dokumentasi atau jurnalisme masih dibolehkan proses editing dan retouch. Namun manipulasi tak dibolehkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Foto itu memang menunjukkan ada pengeditan yang signifikan, dalam konteks bukan hanya retpuching, tapi masuk dalam dunia manipulasi," ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan melanjutkan mengadili gugatan calon DPD Nusa Tenggara Barat (NTB) Prof Dr Farouk Muhammad atas Evi Apita Maya. Evi digugat karena dianggap menyalahi prinsip kejujuran dalam pemilu.
"(Melanjutkan) perkara 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019, Farouk Muhammad DPD Provinsi Nusa Tenggara Barat," ujar hakim MK Aswanto di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (22/7).
Seperti diketahui, dalam petitumnya, Farouk meminta Evi tak diloloskan ke DPD RI. Alasannya, Evi memakai foto editan di alat peraga kampanyenya.
Farouk dalam permohonannya mengatakan foto hasil editan yang dipakai Evi di alat peraga kampanye membuat Evi mendapat suara terbanyak di NTB. Dia juga mempersoalkan logo DPD yang terpajang di sejumlah alat peraga kampanye Evi.
(abw/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini