Harmonisasi Regulasi Satu Pintu Cegah Obesitas Hukum

Harmonisasi Regulasi Satu Pintu Cegah Obesitas Hukum

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 07 Jul 2019 10:31 WIB
Jimmy Z Usfunan (dok.detikcom)
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menguatkan sistem harmonisasi satu pintu oleh Kemenkumham untuk seluruh rancangan peraturan tingkat kementerian. Hal itu juga dinilai sebagai langkah untuk mencegah obesitas hukum di Indonesia.

Putusan MA itu terkait gugatan judicial review atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 23/2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Nonkementerian atau Rancangan Peraturan dari Lembaga Nonstruktural oleh Perancang Peraturan Perundang-undangan. Menurut penggugat, BA Ramdhani Saimima dan Khairul Adi Praja, Permen 'harmonisasi satu pintu' itu mengambil kewenangan lembaga negara/kementerian lain. Namin, MA menolak argumen itu.

"Bayangkan saja, apabila masing-masing lembaga diberikan keleluasaan yang begitu besar kuntuk membentuk sekaligus mengharmonisasi. Dikhawatirkan proses evaluasi dalam mewujudkan kepastian hukum tidak terpenuhi karena sulitnya melepaskan diri kepentingan lembaga dan cenderung mengedepankan kebijakan sesuai dengan anasirnya sendiri terhadap regulasi. Pada akhirnya berakibat meningkatnya jumlah peraturan perundang-undangan yang bermasalah di Indonesia," kata ahli hukum tata negara Dr Jimmy Usfunan kepada detikcom, Minggu (7/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


MA dalam putusannya menyatakan Permenkumham bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum. Aktualisasi prinsip kepastian hukum dalam Permenkumham 23/2018, nampak pada dibukanya ruang harmonisasi secara eksternal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Mengingat, harmonisasi merupakan hal yang penting dalam mencegah munculnya peraturan yang bermasalah, akibat materi muatannya bertentangan dengan Pancasila, UUD, atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi," ujar pengajar Universitas Udayana, Bali itu.

Bila dicermati secara mendalam, ujar Jimmy, keberadaan Permenkumham 23/2018, sama sekali tidak menghilangkan otonomi lembaga kementerian/LPNK/lembaga nontruktural untuk membentuk produk hukumnya. Termasuk melakukan analisa terhadap agar tidak bertentangan dengan peraturan lebih tinggi.

"Melainkan, agar mengantisipasi lemahnya kinerja lembaga, ketika peraturan yang dihasilkan nantinya tumpang tindih atau konflik dengan aturan yang lebih tinggi atau sejajar," cetus Jimmy.

"Sebab, dengan melibatkan perancang dari Kemenkumham untuk melakukan evaluasi rancangan peraturan yang akan dibuat oleh suatu kementerian/LPNK/lembaga nonstruktural lainnya, maka proses harmonisasi akan lebih optimal," pungkas Jimmy.

(asp/rvk)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads