"Saya ingin menyorot mengenai RUU PKS. Di mana yang menimpa Baiq Nuril itu adalah salah satu bentuk pelecehan. Pelecehan itu kan banyak, ada verbal, kemudian fisik, dan kemudian bisa secara online, lewat medsos," ujar peneliti MaPPI FH UI, Bestha Inatsan, saat jumpa pers bersama Koalisi Masyarakat Sipil di kantor LBH Pers, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).
Menurut Bestha, ketika perempuan menjadi korban pelecehan seksual, akan sulit jika ingin melapor ke aparat penegak hukum. Padahal pelecehan seksual sekarang ini beragam jenisnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi ditambah kasus ini, perempuan semakin takut. Takut ngerekam, takut screenshot handphone malah nanti justru dilaporkan balik, karena mencemarkan nama baik," tambahnya.
Bestha menilai aturan mengenai kekerasan seksual saat sekarang ini semakin terbatas. Sedangkan jenis kekerasan seksual semakin beragam.
"Di aturan kita selama ini, bentuk-bentuk kekerasan seksual semakin terbatas, sementara jenis-jenis kekerasan seksual semakin hari semakin bertambah," tutur Betsha.
Dari PK Baiq Nuril yang ditolak, justru semakin membuat perempuan takut memperjuangkan kasusnya. Selain itu, hal ini dapat melanggengkan kekerasan seksual.
"Jadi intinya adalah apa yang terjadi pada Baiq Nuril pada akhirnya tadi saya bilang membuat teman-teman perempuan sulit speak up, memperjuangkan kasusnya, ini melanggengkan praktik kekerasan," jelas Bestha.
"Membuat perempuan di Indonesia semakin takut. Semakin sulit mendapatkan akses keadilan. Yang awalnya perempuan jadi korban di dalam sistem peradilan itu, dia menjadi korban kedua kalinya," pungkasnya.
MA sebelumnya menolak PK Baiq Nuril dalam kasus perekaman ilegal sehingga tetap dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Atas hal itu, Baiq Nuril kini hanya berharap kepada kemurahan hati Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Satu-satunya yang bisa menyelamatkan ya Presiden," kata pengacara Baiq, Joko Jumadi.
Kasus bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek M cerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.
Pada tahun 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
Awalnya, Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Kemudian, MA memutuskan Baiq Nuril dinilai bersalah karena menyadap/merekam tanpa izin, meski percakapan itu berkonten pornografi.
Simak Juga 'PK Baiq Nuril Ditolak, MA Dianggap Gagal Paham':
(asp/asp)