Jaksa awalnya membacakan Peraturan Menteri (Permen) terkait petunjuk teknis (juknis) Nomor 10 Tahun 2018. Juknis itu, diakui Imam, dibuat oleh Deputi IV Kemenpora Mulyana tapi disahkan oleh Imam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saudara kan tahu, dana hibah KONI diberikan jumlahnya Rp 47 miliar. Jika dihubungkan juknis Pak Mulyana, operasional KONI yang hanya Rp 7 miliar saja dipatoknya. Ada Pak Menteri? Sampai menggelembung dari Rp 7 sampai Rp 47 miliar? Ada apa Pak Menteri?" tanya jaksa kepada Imam dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).
Imam menjawab 'tidak tahu'. Dia menyebut terkait hal tersebut merupakan tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Ya pertama, kalau sudah soal pemenuhan, prasyarat, tentu itu sudah tanggung jawab dari PPK, verifikasi, dan unit di bawahnya, karena sudah ditunjukkan dengan aturan yang dibentuk, sehingga saya nggak tahu persis. Seperti jawaban saya, saya memang nggak tahu anggaran ini, sampai cair, sampai OTT, saya nggak bisa jelaskan," kata Imam.
Jaksa heran mengapa Imam tidak tahu sama sekali mengenai anggaran tersebut. Imam menjawab tugasnya tidak sampai mengurusi masalah teknis.
"Ya tapi kan itu sudah pelaksanaan. Mana mungkin menteri mengetahui sedetail itu. Dari tanggung jawab dan wewenang (yang) dimiliki dan kewenangan tadi sudah kami limpahkan secara penuh," ujar Imam.
Dalam persidangan ini, ada tiga terdakwa selaku pejabat Kemenpora, yaitu Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanta. Mulyana didakwa menerima uang senilai Rp 400 juta dan mobil Fortuner dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.
Selain itu, Adhi Purnomo dan Eko Triyanta didakwa menerima suap Rp 215 juta dari Ending Fuad Hamidy.
(zap/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini