Serangan babi hutan terhadap warga Desa Windujaya, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas pertama kali dialami oleh Maksum sekitar pukul 10.30 WIB pada Selasa (2/6/2019). Kala itu Maksum berencana berangkat untuk mencari rumput. Saat melewati belakang rumahnya, tiba-tiba babi hutan juga langsung menyeruduk Warsinah yang tengah mencari cengkeh. Warga lainnya, Rahmat Suwarno dan Windujaya yang hendak menolong juga ikut diserang babi hutan.
Keempat orang tersebut luka parah dan dilarikan Rumah Sakit Islam Purwokerto. Namun, nyawa Warsinah tak tertolong lantaran darahnya terus mengucur dari luka selebar 20 cm.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti faktor alam masuk musim kemarau. Bisa juga persaingan antarkelompok babi hutan (saat) mencari pakan. Persaingan antarkelompok babi hutan, di mana ada induk jantan yang tersisih, dia akan mencari wilayah baru," kata Koordinator Polisi Kehutanan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, Seksi Konservasi Wilayah II Pemalang-Cilacap Resor Konservasi Wilayah Cilacap, Endi Suryo Heksianto saat dihubungi wartawan, Kamis (4/7/2019).
Selain itu, terusiknya wilayah babi hutan saat masyarakat mulai menggarap lahan hingga sekitar kawasan hutan juga menjadi salah satu penyebab babi hutan turun ke perkampungan. Bahkan bisa membuat babi menyerang warga yang tengah berladang seperti yang kejadian ini.
![]() |
Lalu bagaimana sebetulnya karakteristik babi hutan? Berikut adalah sekilas informasi soal babi hutan yang dihimpun detikcom dari berbagai sumber, Kamis (4/7/2019).
Babi hutan kehilangan predator
Babi hutan memiliki nama ilmiah Sus scrofa. Babi hutan sering pula disebut celeng. Dalam Jurnal Biologi Universitas Andalas edisi September 2014, disebutkan bahwa populasinya tersebar luas hampir di seluruh wilayah Indonesia (Carter, 1978). Diketahui, babi hutan merupakan hewan pemakan segala yang oportunistik, sehingga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi.
Babi hutan bisa hidup di berbagai macam tipe habitat, mulai dari semi-padang pasir, hutan temperate (hutan gugur di kawasan empat musim), padang rumput, maupun hutan tropis (Oliver, Brisbin dan Takahashi, 1993).
Dalam penelitian John J Mayer dari Universitas Nebraska tahun 2013 berjudul 'Wild Pig Attacks on Human' dijelaskan, kabar serangan terhadap babi hutan terjadi sejak zaman dahulu kala hingga era modern. Babi hutan adalah hewan yang aktif sepanjang hari. Perburuan oleh manusia pada siang hari bisa menjadikan hewan ini nokturnal, aktif di malam hari. Namun, laporan serangan babi hutan terhadap manusia lebih sering terjadi pada siang hari, persentasenya 95%.
Babi hutan adalah hewan yang relatif pandai, waspada, dan mudah terkejut. Perjumpaan yang tiba-tiba dengan manusia bisa berbahaya. Bila manusia berada pada jarak serangan si babi hutan, maka babi pasti akan mempertahankan diri. Bila manusia yang menjadi korban serangan tersebut kabur dari jangkauan babi dengan memanjat pohon atau tiang, maka babi hutan itu akan pergi.
Bisa jadi serangan babi dipicu oleh keterkejutan babi. Namun serangan tanpa keterkejutan juga sering terjadi, bahkan serangan juga terjadi tanpa didahului provokasi oleh manusia (23%).
Sementara itu, dalam Jurnal Konservasi Hutan Vol 2 No 1 Tahun 2000, dijelaskan bahwa predator besar seperti harimau dan ular piton besar semakin langka, sehingga secara alami babi hutan kehilangan pemangsanya. Babi hutan juga tidak termasuk satwa yang dilindungi, karena jumlah babi hutan masih berlimpah.
Keadaan ini menimbulkan masalah, seperti hama pada lahan pertanian, menyebabkan kerusakan pada tumbuhan vegetasi dasar karena mereka gunakan untuk membuat sarang, serta kebiasaan mereka yang merusak tanah saat mencari makan (rooting) (Choquenot, McIlroy dan Korn, 1996; Rizaldi, Watanabe dan Bakar, 2007; Ickes, 2001).
Kendati demikian, pemerintah masih menaruh kepedulian terhadap keberadaan babi hutan. Pasal 1 ayat (1) b dan pasal 5 ayat (5) UU Pemburuan Jawa dan Madura tahun 1940 mengatur, untuk berburu babi hutan tetap harus memiliki akta berburu dan dan izin berburu.
Namun, namun dalam Pasal 6 ayat (2) Menteri Pertanian melalui Direktorat Jendral Kehutanan bisa mengeluarkan surat perintah berburu babi hutan, untuk kepentingan seleksi terhadap babi hutan yang sangat tua dan berpenyakit atau karena pengembangbiakkannya yang melebihi keseimbangan.
(rdp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini