"Kalau dugaan keterkaitan dan dugaan penggunaannya amplop-amplop tersebut diduga akan digunakan untuk serangan fajar, untuk kepentingan pemilu legislatif khususnya pencalegan BSP (Bowo Sidik Pangarso) di Dapil 2 Jawa Tengah," kata Febri.
Namun KPK enggan mengaitkan 'cap jempol' itu dengan salah satu pasangan calon pada Pilpres 2019. Febri saat itu hanya menyampaikan cap jempol itu terdapat pada barang bukti berupa amplop yang disita itu.
"Tapi fakta hukumnya seperti yang saya jelaskan tadi, kami perlu tegaskan ini karena kita hanya bisa berpijak pada fakta hukum yang ada. Jadi KPK perlu meng-clear-kan ini kepada publik dari perkembangan proses pengecekan barang bukti yang dilakukan itulah fakta hukum yang ditemukan," kata Febri.
![]() |
Bowo ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat orang kepercayaannya bernama Indung. Ketiga orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka.
Bowo diduga menerima suap untuk membantu PT HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo pun meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton.
KPK menduga Bowo sudah menerima 7 kali suap dari Asty dengan total duit sekitar Rp 1,6 miliar. Jumlah itu terdiri dari Rp 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 penerimaan sebelumnya yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130. Selain penerimaan uang dari Asty terkait distribusi pupuk itu, KPK menduga Bowo menerima gratifikasi dari pihak lain senilai Rp 6,5 miliar.
Saat awal penetapan tersangka, KPK mengatakan ada 400 ribu amplop yang disita. Di dalam amplop itu disebut terdapat duit pecahan Rp 20 ribu atau Rp 50 ribu dengan jumlah sekitar Rp 8 miliar.
Simak Juga "Diperiksa KPK, Sekjen DPR Ditanya Status Bowo Sidik di Parlemen":
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini