Sambangi Komnas HAM, IKB UI Sebut Sistem Kerja KPPS Tak Manusiawi

Sambangi Komnas HAM, IKB UI Sebut Sistem Kerja KPPS Tak Manusiawi

Zakia Liland - detikNews
Selasa, 14 Mei 2019 17:11 WIB
IKB UI Sambangi Komnas HAM (Foto: Zakia/detikcom)
Jakarta - Ikatan Keluarga Besar Universitas Indonesia (IKB UI) menyambangi kantor Komnas HAM. IKB UI mengadukan terkait perekrutan petugas Kelompok Penyelengara Pemungutan Suara (KPPS) yang dianggap tidak manusiawi.

"Bapak bisa lihat mengenai proses perekrutan petugas KPPS apakah bapak tahu bahwa KPU dalam merekrut petugas KPPS tidak disertai tes kesehatan? Tidak disertai tes psikologi dan psikiater? Apakah itu bapak tahu? Apakah bapak tahu loading kerja KPU yang satu TPS 7 orang itu, tidak manusiawi sampai orang 24 jam?" kata salah seorang anggota IKB UI, Hidayat Matnur, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hidayat meminta Komnas HAM turut mengusut meninggalnya ratusan petugas KPPS. Hidayat menduga ada sistem perbudakan modern.

"Menurut saya, itu bisa dicek. Dan menurut saya, bapak bisa masuk itu usulan, masukan dari masyarakat. Bapak bisa masuk kepada bab yang namanya slavery dalam konteks modern. Yang dilakukan oleh KPU itu telah melakukan perbudakan terhadap anak negeri. Jadi, bapak harus tahu bahwa mereka meninggal entah apapun alasannya. Entah itu kelelahan, serangan jantung dan sebagainya," ujar dia.

"Dalam proses merekrut, menurut saya pak, pengusaha, saya rekrut pegawai, kemudian pegawai itu meninggal. Saya akan ditanya oleh polisi, kenapa anda bekerja? mempekerjakan orang berdasarkan sistem kerja yang tidak manusiawi. Anda adalah perusahaan pelanggar HAM. Kami mau pak, kalau bapak sudah melihat itu, mengevaluasi itu, loading kerja, SOP, apakah ada tes-tes atau tidak. bapak bisa menyimpulkan apakah KPU sebagai institusi negara merupakan pelanggar HAM atau tidak?" sambung dia.



Atas argumen itu, Hidayat meminta KPU bertanggung jawab atas meninggalnya sejumlah petugas KPPS. Bagi Hidayat, KPU telah melakukan pelanggaran HAM.

"Menurut saya, pak, bisa jadi KPU adalah pelanggar HAM. Bapak harus periksa, kenapa dalam mekanisme work of flow yang berat yang kemudian menyebabkan 600 orang meninggal, 3.000 orang sakit? bapak harusnya bisa masuk ke bab itu. menurut saya, ini masukan dari kami IKB UI ada baiknya bapak melihat kembali, mengevaluasi dan bapak jangan takut Pak," ujar dia.


IKB UI Sambangi Komnas HAMIKB UI Sambangi Komnas HAM Foto: Zakia/detikcom

Senada dengan pernyataan Hidayat, anggota IKB UI yang lain, Ramadan, melihat sejumlah kejanggalan terkait kematian petugas KPPS. Ramadan juga menyesalkan sikap Kementerian Kesehatan yang baru mengeluarkan surat audit medis setelah banyaknya korban yang meninggal dunia.

"Setelah banyak yang mati sekitar 300-400 orang mati barulah Depkes mengeluarkan surat. Isi suratnya itu juga bukan untuk... Ya kalau kita curiga terhadap sesuatu, bukan untuk melakukan penyelidikan tapi kan audit medik. Itu sebenernya kan nggak cocok. Mestinya yang dikeluarkan oleh Depkes itu adalah untuk kematian-kematian yang 'dicurigai' itu seharusnya langsung Depkes itu seharusnya memberikan instruksi. Instruksinya apa? Ambil sampel jaringan. Mungkin, kita juga sudah nggak boleh lah menyakiti orang yang sudah meninggal, kita ambil darahnya. Tapi bisa kita ambil rambutnya atau sisa-sisa yang masih bisa... Mestinya itu. Itu pun setelah 300-an meninggal. Itu dari Depkes," ujar dia.


Kekecewaan juga disampaikan oleh Ramadan terhadap Polri. Dia menilai polisi seolah-olah menutup-nutupi upaya penyelidikan terkait penyebab kematian petugas KPPS.

"Tugas Komnas HAM itu kan pada akhirnya merekomendasi. Nah, sampai saat ini Komnas HAM juga diem-diem melulu. Untung kita datengin ini, udah hari ke berapa ini kita datengi setelahnya," ujar dia.

Tanggapan dari Komnas HAM

Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal, Hairansyah, mengatakan penyelidikan terkait kematian petugas KPPS memerlukan waktu. Komnas HAM berencana mengumumkan pernyataan publik pada 21 Mei 2019.

"Karena kan kita aja ke lapangan sampai tanggal 18. Nggak mungkin di lapangan berapa ratus orang yang harus... Nggak, sekarang fakta yang diributkan bapak yang mana kalau itu bicara fakta. Kan berita-berita informasi nih, belum ada satu orang pun yang dimintai keterangan. Yang ada itu audit medik kan? Tolong dong beri kesempatan kepada kami untuk melakukan itu. Kan segala sesuatunya butuh waktu, kan nggak bisa lah. Kami kan punya standar. Kita sudah target tanggal 20 atau 21. Kita pernyataan publik paling lambat tanggal 21," imbuh dia.



Hairansyah menjelaskan aduan dari masyarakat mengenai kematian petugas KPPS ini bukan hanya datang dari IKB UI saja. Selain itu, Komnas HAM juga sudah menurunkan sejumlah tim ke beberapa daerah untuk menindaklanjuti aduan tersebut.

"Iya pertama kan kita udah menyiapkan, sebenarnya beberapa pengaduan sudah ada di berkas sebelum dari UI ini misalkan. Kita sudah menyiapkan mulai hari ini dan besok sampai hari Sabtu itu ada tim yang ke Jawa Tengah, Jawa Timur, kemudian Jawa Barat dan Banten. Wilayah-wilayah yang jumlah penyelenggaraan dalam hal ini KPPS yang meninggal itu lebih banyak daripada yang... Jadi kita sudah menyiapkan," paparnya.

Menurut Hairansyah, tim dari Komnas HAM akan menemui keluarga korban petugas KPPS yang meninggal dunia. Tim juga, sambung dia, akan meminta keterangan dari petugas KPPS yang dirawat di rumah sakit.

"Pertama adalah keluarga korban. Tentu menyangkut situasi yang dihadapi oleh korban pas seminggu sebelumnya seperti apa kondisinya kemudian pada hari H dan pasca itu. Yang kedua itu yang sakit di rumah sakit, yang masih hidup. Itu tentu akan ada upaya menggali informasi dari mereka. Kemudian petugas lain yang ada di satu TPS dengan yang meninggal itu, situasinya seperti apa karena yang kita lihat kan lebih di luarnya seperti apa kondisinya. Kalau soal mediknya tentunya itu menjadi kewenangan pihak lain untuk melakukan hal ini. Jadi, bukan wilayah dari komnas HAM. Termasuk soal, apakah mereka juga pengguna media sosial yang aktif, itu juga menjadi perhatian kami," bebernya.



Simak Juga 'Banyak KPPS Meninggal, IDI: Kelelahan Bukan Penyebab Utama':

[Gambas:Video 20detik]

(knv/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads