Beda KPK Vs Menag Lukman soal Duit Rp 10 Juta

Round-Up

Beda KPK Vs Menag Lukman soal Duit Rp 10 Juta

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 09 Mei 2019 20:52 WIB
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Dari meja persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terungkap adanya uang Rp 10 juta yang ditujukan untuk Lukman Hakim Saifuddin. Menteri Agama (Menag)--melalui staf yang melaporkan uang itu ke KPK--menyebutkan sebagai honor tambahan.

"Di laporan gratifikasi yang disampaikan staf Menag tersebut ditulis penerimaan Rp 10 juta tersebut merupakan honor tambahan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (9/5/2019).

Untuk memahami persoalan ini, perlu ditelusuri dari mana sebenarnya uang itu. Bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Maret 2019 yang dilakukan KPK terhadap Romahurmuziy alias Rommy yang kemudian mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka padanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rommy disangka KPK menerima suap dari dua orang, yaitu Muhammad Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin. KPK menduga Muafaq dan Haris memberikan suap ke Rommy untuk membantu keduanya lolos seleksi jabatan di Kemenag. KPK menyadari Rommy tidak menjabat apa pun dalam internal Kemenag. Oleh sebab itu, KPK menduga ada peran orang lain dari internal Kemenag yang juga turut serta berperan. Dari sini muncul pertanyaan, siapa sebenarnya yang diduga ikut terlibat dari lingkup internal Kemenag?




Sedikit-banyak hal itu dimunculkan KPK dalam persidangan gugatan praperadilan yang diajukan Rommy di PN Jaksel. Lebih spesifik, hal itu diungkap ketika Tim Biro Hukum KPK mendapat giliran menjawab permohonan praperadilan itu pada Selasa, 7 Mei.

Dari jawaban yang dituturkan KPK dalam sidang, disebutkan Muafaq meminta bantuan Rommy dan Lukman demi mendapatkan jabatan yang diinginkannya. Begitupun Haris, yang meminta bantuan dua tokoh tersebut.

Singkat cerita, Muafaq maupun Haris lolos. Baik Muafaq maupun Haris kemudian memberikan uang kepada Rommy. Sedangkan Lukman turut disebut kecipratan.

"Bahwa pada tanggal 9 Maret 2019, Lukman Hakim Saifuddin menerima uang sebesar Rp 10 juta dari Haris Hasanuddin pada saat kegiatan kunjungan Menteri Agama ke salah satu Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, sebagai kompensasi atas terpilihnya Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur," ucap salah seorang anggota Tim Biro Hukum KPK dalam praperadilan itu.

Lalu Lukman mengaku telah melaporkan Rp 10 juta itu sebagai gratifikasi ke KPK. Namun KPK tidak memproses pelaporan itu.

Kenapa?




Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut laporan itu tidak diproses karena pengembalian dilakukan setelah OTT. "Itu dilaporkan sebagai gratifikasi, tapi setelah kejadian OTT. Oleh karena itu, kami tidak proses sebagai pelaporan gratifikasi," kata Syarif.

Sayangnya, Syarif tak menjelaskan apakah ada proses hukum lebih lanjut terhadap Lukman. Dia hanya menyebut pihaknya sudah sepakat bahwa laporan gratifikasi itu tak diproses.

"Saya tidak mau menyebut itu. Tetapi, kami tidak proses sebagai pelaporan gratifikasi yang wajar karena dilaporkan setelah terjadinya operasi tangkap tangan. Oleh karena itu, rekomendasi dari pimpinan dan dari Direktur Gratifikasi diserahkan pengurusan uang itu ke Kedeputian Penindakan," ujarnya.

Di sisi lain Lukman melalui Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Setjen Kemenag Mastuki memberikan penjelasan. Menurut Mastuki, Lukman belum benar-benar menerima uang itu.

"Jadi sejak awal Menag memang tidak tahu ada uang tersebut. Saat dilaporkan, Menag menolak menerima karena tidak disertai tanda terima pemberian uang itu, apakah sebagai honor narasumber atau apa," kata Mastuki dalam keterangannya.

Uang itu diberikan mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin saat Lukman mengunjungi Pondok Pesantren Tebuireng di Jawa Timur pada 9 Maret 2019. Sedangkan OTT Rommy terjadi pada 15 Maret 2019.




Mastuki mengatakan pengembalian uang itu ke KPK dilakukan pada 26 Maret 2019. Apa alasannya?

"Menag tidak mau menerima dan meminta agar itu dilaporkan ke KPK. Makanya baru dilaporkan pada 26 Maret 2019," kata Mastuki.

Dia menyebut Lukman mengembalikan uang itu sebagai bentuk komitmen terhadap pencegahan tindak gratifikasi. Pelaporan gratifikasi memang dibatasi undang-undang, yaitu 30 hari kerja sejak penerimaan.

"Kalau Haris serahkan uang Rp 10 juta itu ke ajudan pada 9 Maret, selang 17 hari kalender, nominal itu sudah dilaporkan ke KPK. Hitungannya, gratifikasi itu dilaporkan dalam 12 hari kerja," ucapnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads