Jaksa menyebut kasus ini bermula saat pimpinan DPRD Sumut Chaidir Ritonga, M Afan, Kamaluddin Harahap, dan Sigit Pramono Asri melakukan pertemuan dengan Sekda Pemprov Sumut Nurdin Lubis dan jajaran Pemprov Sumut. Untuk memenuhi permintaan itu, Gatot Pujo mengumpulkan uang dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk diberikan kepada para anggota DPRD Sumut.
Selain itu, para anggota DPRD Sumut meminta kembali uang ketok palu kepada Gatot Pujo. Akhirnya disepakati proyek senilai Rp 1 triliun diganti Rp 50 miliar untuk seluruh anggota DPRD itu. Pembagian uang itu melalui Bendahara Sekretaris Dewan M Alifaniah agar seolah-olah anggota DPRD Sumut mengambil gaji atau honor setiap bulannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa juga menyebut mereka menerima uang menolak usulan hak interpelasi dugaan adanya pelanggaran terhadap Permendagri terkait evaluasi Ranperda Pemprov Sumut tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran RAPBD tahun 2014. Atas usulan tersebut, Gatot akan memberikan kompensasi Rp 15 juta kepada masing-masing anggota DPRD itu, termasuk mereka berempat.
"Para terdakwa masing-masing menerima uang, yaitu Pasiruddin Daulay Rp 127,5 juta, Elezaro Duha, Rp 515 juta, Musdalifah Rp 477,5 juta, Tahan Manahan Panggabean Rp 1,35 Miliar, Tunggul Siagian Rp 577,5 juta, Fahru Rozi Rp 397,5 juta, Taufan Agung Ginting Rp 442,5 juta. Kami berkesimpulan perbuatan terdakwa terpenuhi secara sah," jelas jaksa.
Atas kasus ini, jaksa menyakini para terdakwa melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(zap/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini