Wiranto Ungkap Cerita Gagal Jadi Presiden karena Doa yang Keliru

Wiranto Ungkap Cerita Gagal Jadi Presiden karena Doa yang Keliru

Adhi Indra Prasetya - detikNews
Kamis, 28 Mar 2019 12:37 WIB
Menko Polhukam Wiranto Foto: Adhi Indra Prasetya/detikcom
Jakarta - Menko Polhukam Wiranto mengatakan dirinya bersyukur bisa mendampingi 4 presiden. Dia pun mengungkap cerita soal doanya agar diizinkan dekat dengan presiden.

Wiranto menjadi pembicara di seminar nasional Forum Nasional Mahasiswa Anti Penyalahgunaan Narkoba 2019 di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan, Kamis (28/3/2019). Dia mengawali cerita soal Indonesia sebagai negeri yang besar dengan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa.

"Dan yang penting adalah kita dikaruniai satu negara yang mempunyai semangat persatuan yang luar biasa," kata Wiranto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wiranto lantas cerita pengalamannya mendampingi Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, saat ada kunjungan 25 ulama dari Afghanistan. Menurutnya saat itu para ulama ini bertanya kepada Jokowi apa resepnya Indonesia sebagai negara yang terdiri dari banyak agama dan suku bisa bersatu, sementara Afghanistan terus berkonflik.

"Para ulama itu bertanya, berapa sih pak suku bangsa di Indonesia ini? Pak Jokowi menjawab, 'hanya 714 suku bangsa'. Mereka melongo. Kemudian mereka, 'pak, ajari kami tentang persatuan'. Lalu pak Jokowi datang ke Afghanistan, pulang lagi, Pak Wapres JK datang ke Afghanistan, kemudian kita membuka konferensi internasional tentang perdamaian Islam di Bogor, yang merumuskan kira-kira apa yg harus kita lakukan untuk membantu Afghanistan supaya bisa damai," cerita Wiranto.


[Gambas:Video 20detik]


Wiranto mengatakan Indonesia adalah negara besar. Dia menyesalkan jelang Pemilu 2019 ini ada pihak yang berpendapat miring soal Indonesia hanya karena kepentingan kampanye.

Wiranto mengatakan, dirinya bersyukur bisa mendampingi 4 presiden dalam penugasannya. Dia merasa mungkin itu karena doanya. Dia kemudian cerita soal pengalamannya ketika kecil saat berusaha mendengar Presiden Sukarno berpidato.

"Waktu saya kecil di Solo, Presiden Soekarno datang ke Solo mau pidato. Pidatonya di balai kota di Solo. Anak kecil nggak boleh masuk, saya masih SD. Tapi karena pengen melihat presiden, saya naik pohon cemara di depan gedung itu. Di situ sambil lihat presiden pidato, saya berdoa, 'ya Allah, izinkan saya sutu saat dekat dengan presiden', itu doa saya. Ternyata memang doa itu kalau sungguh-sungguh itu dikabulkan," ujarnya.

"Empat tahun saya dekat dengan presiden, jadi ajudan. Setelah itu Presiden Habibie saya jadi menteri, Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur) jadi menteri, Pak Jokowi jadi menteri lagi, dikabulkan doa saya. Makanya pas saya nyalon jadi presiden tahun 2004, nggak dikabulkan, karena doa saya bukan itu. Kalah saya. Nyoba dengan Pak Jusuf Kalla (JK) jadi wakil presiden gagal. Itu saya merenung, bener, doa saya dulu keliru, kalau doanya jadi presiden mungkin jadi presiden, jadi doanya hanya dekat dengan presiden. Tapi itu pun saya bersyukur," sambung Wiranto.


Wiranto mengatakan, apapun posisinya dia bersyukur dan bekerja dengan sungguh-sungguh. Dia mengatakan, itu adalah bagian dari pengabdian sebagai warga negara yang baik.

"Apapun posisi kita dalam negeri kita, kita mesti syukuri, teruji, dan kerja sungguh-sungguh karena itu bagian dari pengabdian kita, sebagai warga negara Indonesia yang baik. Kalau kita menyimak, Ada satu hadist Rasulullah SAW yang bunyinya begini, bahwa wajib hukumnya kepada setiap manusia untuk menghadirkan hari ini lebih baik dari kemarin, dan menghadirkan esok lebih baik hari ini. Maka beruntunglah dia kalau hari ini lebih baik dari kemarin, maka celakalah dia kalau hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Artinya itu mengisyaratkan pada manusia bahwa kita harus berusaha untuk lebih baik," ucapnya.


Saksikan juga video 'Dipimpin Wiranto, TNI-Polri Apel Pengamanan Pemilu 2019':

[Gambas:Video 20detik]

(hri/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads