Pemkab Lebak sendiri menghargai penolakan yang disampaikan oleh pemangku adat di sana. Atas penolakan ini, rencananya Pemkab akan berkoordinasi dengan Kemendes.
"Kita koordinasi dulu dengan Kemendes. Nanti akan kita sikapi, surat dari Baduy pemberitahuan penolakan baru turun, baru kami terima di dinas. Akan kami pelajari dulu," kata Kabid Keuangan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lebak Endang Subrata kepada detikcom di Lebak, Banten, Jumat (15/2/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemkab, lanjutnya, juga menghormati keputusan itu. Apalagi Baduy selama ini dikenal sebagai masyarakat adat yang memegang teguh adat istiadat, termasuk menolak hal yang sifatnya modernitas. Apalagi tidak ada alat elektronik masuk ke wilayah itu.
Yang pasti kita menghormati budaya Baduy, itu kearifan lokal. Kalau terus dipaksakan harus menerima dana desa, dikhawatirkan adat yang sudah lestari semakin hilang," ujarnya.
Penolakan dana desa di Lebak, menurutnya, hanya terjadi di Desa Kanekes Baduy. Meski demikian, ada desa kasepuhan atau masyarakat adat selain Baduy yang menerima dana desa dan tidak pernah menolak.
Sebelumnya, Jaro Saija selaku kepala desa masyarakat Baduy Desa Kanekes menjelaskan penolakan dana desa berdasarkan kesepakatan para pemangku adat. Para tetua di tiga kampung Baduy Dalam menolak, termasuk di Baduy Luar. Ada lima pertemuan para pemangku yang sepakat menolak karena kekhawatiran atas pembangunan infrastruktur dari dana desa.
"Iya, alasan ditolak hasil kesepakatan. Para kolot (pemangku adat) kekhawatiran di sini diterima (dana desa) kekhawatiran seperti (alam) diperkembangkan, dimajukan. Kan di sini tanah ulayat, masuk (dana desa) permanen, jalan paving block tidak boleh dilakukan. Kekhawatiran nanti ada rusak," kata Saija kepada detikcom, Kamis (14/2) kemarin.
Simak Juga 'Yuk, Cek Capaian 4 Tahun Dana Desa!':
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini