"Situasi politik sekarang ini kan memang membelah (masyarakat). Ini kan akibat dari dua pasangan (capres) yang ini ulangan dari periode yang lalu (pada Pilpres 2014). Jadi kayak El Clasico," ucap Haedar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (11/2/2019).
El Clasico yang dimaksud Haedar adalah pertandingan klasik di Liga Spanyol antara Real Madrid dan Barcelona. El Clasico, dalam konteks pertandingan sepakbola sesungguhnya, terkenal keras, panas, dan berlangsung sengit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dijelaskannya, sidang tanwir ini digelar untuk menyikapi dangkalnya pemahaman agama masyarakat sehingga kerap dimanfaatkan para politikus. Kedua, untuk menyikapi polarisasi akibat kontestasi Pilpres 2019. Menurut Haedar, polarisasi yang terjadi di masyarakat terjadi karena Pilpres 2019 merupakan ulangan Pilpres 2014, yang kembali mempertemukan dua capres yang sama.
"Karena El Clasico itu kan muara menang-kalahnya itu tinggi sekali. Nah, akibatnya terjadi apa? Ya to be or not to be. Ketika masyarakat berpolitik to be or not to be, lalu menjadi absolut harus menang dan jangan kalah," paparnya.
"Apa yang terjadi? Itu (keyakinan to be or not to be berpotensi memantik) suasana yang potensial untuk adanya rasa permusuhan, rasa saling terancam, kebencian, dan sebagainya," ungkapnya.
Untuk menghadapi situasi tersebut, kata Haedar, Muhammadiyah mencoba menghadirkan keseimbangan. Muhammadiyah mengajak masyarakat berpikir jernih dalam menghadapi Pilpres 2019.
"(Kami) mengajak masyarakat untuk berpikir lebih jernih, lebih kontemplatif, dan kembali pada ajaran agama yang mengajarkan kedamaian, persaudaraan, kemudian juga kebajikan, terus juga nilai-nilai amanah," jelas Haedar. (gbr/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini