"Ya ini memang hal yang tidak mudah, hakim itu kan profesi yang secara ketat itu etiknya itu memang lebih daripada katakanlah posisi-posisi yang lain, termasuk anggota DPR. Tetapi di sisi lain, seorang hakim ini kan juga warga negara, dia punya hak politik ya. Nah sepanjang menurut saya masih dalam frame aturan ya nggak masalah," kata anggota Komisi III Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Menurut Arsul, hakim sebagai ASN memang tidak boleh berkampanye untuk kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Namun, menurutnya, jika hakim mengajak untuk melaksanakan pemilu damai, itu diperbolehkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang tidak boleh kan dia mengajak-ajak untuk keberpihakan pada salah satu palson. Jadi tergantung ekspresinya saja, apa konten ekspresinya di media sosial, bukan soal boleh-nggak bolehnya menurut saya," imbuhnya.
Sebelumnya, Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) melarang seorang hakim memberikan komentar hingga 'like' di status Facebook tentang pilpres. Hal ini agar hakim tetap imparsial dan independen menjelang pesta demokrasi 2019.
"Hakim harus imparsial dan independen. Hakim dilarang mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarkan gambar/foto bakal calon, visi-misi, mengeluarkan pendapat yang menunjukkan keberpihakan salah satu calon," demikian bunyi Surat Edaran Dirjen Badilum yang dikutip detikcom, Jumat (8/2).
Surat edaran itu bertajuk 'Larangan Hakim Berpolitik', yang ditandatangani Dirjen Badilum Herri Swantoro pada 7 Februari 2019. Dirjen meminta para hakim di lingkungan pengadilan umum mematuhi dan melaksanakan surat edaran ini.
"Hakim dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon. Hakim dilarang berfoto dengan bakal calon," ujar Herri. (azr/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini