"Saya memang cukup kaget karena saya merasa sudah kooperatif menyampaikan semua apa yang saya rasakan. Ini pembelajaran juga buat semua ya saya pikir, dengan saya kooperatif, dengan saya menyampaikan semua yang saya rasakan, saya pikir ini membuat jadi ringan," kata Eni seusai sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Eni Saragih juga menegaskan bukan pelaku utama perkara suap PLTU Riau-1. Eni mengaku hanya diperintah Setya Novanto, yang saat itu Ketua DPR sekaligus Ketum Golkar.
"Bagaimana saya pelaku utama kalau saya diperintah oleh ketum saya pada waktu itu, bagaimana saya dibilang sebagai pelaku utama? Saya nggak punya saham di Blackgold dan Samantaka, saya hanya diperintah sebagai petugas partai," jelas Eni.
Selain itu, Eni menyebut tidak ada fakta di persidangan yang sesuai dengan fakta sebenarnya. Misalnya pengusaha Johanes B Kotjo disebut menyampaikan tidak pernah memberikan commitment fee kepadanya.
"Fakta persidangan menyampaikan, saya, misalnya, PLN, Pak Sofyan, dan Pak Iwan sudah menyampaikan, saya cuma memfasilitasi pertemuan-pertemuan yang memang ditugaskan kepada saya. Banyak hal yang Pak Kotjo sampaikan, nggak pernah menyampaikan soal fee langsung kepada saya," tutur Eni.
"Saya juga berterus terang penerimaan yang lain itu saya menyampaikan dengan ikhlas karena niat baik saya. Pasal 12B misalnya, saya sampaikan 'Ya, saya menerima ini, saya menerima dari sini, ini adalah CSR dan sebagainya. Tapi tidak didengar sama sekali. Niat baik saya menyampaikan apa adanya itu tidak dilihat sama sekali. Ini keadilan yang mana?" lanjut Eni.
Atas tuntutan jaksa pada KPK, Eni berharap ada keringanan hukuman yang diberikan oleh hakim melalui nota pembelaan atau pleidoi.
"Saya merasa begini, bagaimana pelaku korupsi ini semakin habis. Tapi saya menyampaikan apa adanya, membuka semuanya, nggak dilihat sama sekali itu yang meringankan. Saya mencoba mengembalikan walaupun saya sadar waktu itu ada penerimaan, pakai kuitansi. Saya tidak menyangka itu adalah suap dan saya juga menyampaikan di persidangan. Tapi kalau saya salah, mohon diadili dengan seadil-adilnya. Tapi itu tidak membuat jadi ringan," jelas Eni.
Eni Saragih dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Eni Saragih diyakini jaksa KPK bersalah menerima uang suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Uang suap dimaksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU Riau-1 di PLN. Proyek itu sedianya ditangani PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC Ltd). Kotjo merupakan pemilik BNR, yang mengajak perusahaan asal China, yaitu CHEC Ltd, untuk menggarap proyek itu.
Uang suap yang diterima Eni untuk kepentingan Partai Golkar melaksanakan munaslub. Ketika itu, Eni diminta Plt Ketum Idrus Marham meminta uang USD 2,25 juta kepada Kotjo.
Selain itu, jaksa menyakini Eni bersalah menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diterima Eni dari sejumlah direktur dan pemilik perusahaan di bidang minyak dan gas.
Simak Juga 'KPK Telusuri Aliran Suap Eni Saragih':
(fai/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini