"Alasan kami karena kita melihat, Imran ini kan umurnya masih labil, dia juga memiliki orangtua yang kurang sehat (disabilitas). Jadi kita mengajukan poin-poin di situ," kata Muhanan di Mataram, Minggu (27/1/2019).
Muhanan merupakan salah satu dari 7 pengacara yang tergabung dalam Aliansi Advokat Nusantara yang membantu IS dalam kasus ini. Menurut Muhanan, tidak ada unsur dari pernyataan IS yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhanan lalu mengungkapkan, IS merupakan salah seorang korban gempa NTB yang rumahnya rusak akibat gempa. IS dan keluarganya belum mendapat bantuan untuk merehab rumah.
Sebelumnya, orang tua IS juga memohon agar anaknya dapat dilepaskan. Orang tua pun berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memaafkan pernyataan IS yang ditulis di akun Facebook.
"Sedih aja jadinya saya begitu bahwa menghina atasan kan Pak Presiden kita. Mudah-mudahan Pak Presiden kita bisa memaafkan dia. Supaya dimaafkan anak saya. Semoga diampunkan. Semoga dibebaskan dia. Saya yang minta maaf kepada Bapak Presiden kita," ucap orang tua IS, Saidi (52), saat menjenguk anaknya di Rutan Polres Mataram, Jumat (25/1).
Pada Jumat (18/1) sehari setelah tayangan debat perdana capres dan cawapres, IS melalui akun Facebooknya bernama Imran Kumis mengunggah status yang berisi ujaran kebencian.
Polisi menilai perbuatan IS dikhawatirkan dapat menimbulkan rasa benci, permusuhan, dan ketersinggungan. IS menyebut 'pendukung Jokowi ialah munafik' di akun Facebook-nya.
"Dia mengaku dengan alasan tidak terima orang dari agama tertentu dalam memilih capres tertentu," kata Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam.
Akibat perbuatannya, tersangka IS dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A UU ITE. IS terancam pidana maksimal 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Tonton juga 'Rocky: Jokowi Cocok Jadi Kepala Keluarga, Bukan Kepala Negara':
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini