Berikut 5 fakta tentang Usamah Hisyam dikutip dari situs pribadinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usamah Hisyam berprofesi awal sebagai seorang jurnalis. Pria kelahiran Surabaya, 14 Mei 1963, ini lulusan Ilmu Jurnalistik di Sekolah Tinggi Publisistik (STP)--saat ini berganti nama menjadi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik--di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Sambil kuliah, ia menjadi penulis lepas dan wartawan lepas di sejumlah media dengan honor tulisan Rp 10-15 ribu per naskah. Ayahnya, Hisyam Yahya, adalah seorang pengusaha penyalur gula pasir dan tepung terigu di Kota Surabaya. Sang ayah tak setuju Usamah tinggal di Ibu Kota.
Usamah diterima bekerja sebagai karyawan untuk pertama kali menjadi wartawan di majalah bulanan Popular, yang berkantor di Gunung Sahari, Jakarta. Ia lebih banyak menulis profil para artis dan artikel sepakbola di bawah binaan langsung Pemimpin Redaksi Majalah Popular, John Halmahera, yang dikenal sebagai wartawan sepakbola senior.
2. Jadi Politikus
Usamah Hisyam berkenalan dengan Surya Paloh, pengusaha pers nasional yang baru mengembangkan Kelompok Usaha Surya Persindo, antara lain harian Media Indonesia, pada pertengahan 1991. Kemudian dia direkrut menjadi redaktur edisi Minggu Media Indonesia, dengan gaji tiga kali lipat dari gaji sebelumnya di Matra serta mendapatkan sebuah mobil sedan pribadi.
Singkat cerita, dia menjadi wartawan bidang polkam. Usamah pun mulai mendalami dunia politik. Ia ditugaskan untuk mengawal perkembangan pemberitaan serta dinamika politik di lingkungan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dari penugasan inilah Usamah mulai memiliki akses komunikasi dengan pimpinan PPP, seperti Ketua Umum PPP Buya Ismail Hasan Metareum, jajaran ketua, yakni Hamzah Haz, Jusuf Syakir, Aisyah Aminy, jajaran Wakil Sekjen Bachtiar Chamsyah, Judo Paripurno, Muhsin Bafadhal, dan jajaran ketua departemen, seperti Tosari Wijaya, dan Daniel Tanjung.
Komunikasi yang intensif dengan Ismail Hasan Metareum membuat Usamah diminta Buya menjadi salah satu speech writer Ketua Umum PPP sejak 1992-1998. Buya memperoleh informasi, pemberitaan PPP di Media Indonesia selalu positif.
Seusai Muktamar III PPP pada 1994, atas persetujuan Surya Paloh, Buya mengangkat Usamah sebagai Ketua Departemen Penerbitan dan Media Massa DPP PPP. Inilah awal Usamah terjun ke pentas politik praktis. Perjuangannya dalam mengibarkan panji-panji PPP melalui tabloid Media Persatuan yang dipimpinnya, membuat Usamah, yang kala itu berusia 33 tahun, ditetapkan sebagai caleg DPR dari Dapil Jawa Timur, daerah asalnya. Dia pun terpilih menjadi anggota MPR/DPR RI pada 1997 hingga 1999.
3. Asisten Pribadi Hamzah Haz
Tahun 2001, ketika Megawati naik ke tampuk kekuasaan menjadi presiden dan Ketua Umum PPP Hamzah Haz menjadi wakil presiden, Usamah diangkat sebagai asisten pribadi Hamzah Haz. Sebagai aspri, Usamah banyak memberikan masukan dan informasi dinamika sosial politik kepada Hamzah.
4. Penulis Biografi Tokoh-tokoh Nasional
Talentanya sebagai penulis yang sudah terlihat sejak bangku SMP mendorong Usamah Hisyam untuk benar-benar mengembangkan kemampuannya dalam menulis. Sejak 1998, Usamah mulai meningkatkan level dengan menulis biografi tokoh-tokoh nasional. Mulai biografi Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung 'Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat' (1998), Jaksa Agung Andi M. Ghalib 'Menepis Badai' (1999), tokoh pers nasional Editorial Surya Paloh (2001), Kapolri Jenderal Pol Suroyo Bimantoro 'Antara Idealisme dan Profesionalisme' (2002), Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS 'Nakhoda di Antara Tiga Presiden' (2003), Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono 'SBY Sang Demokrat' (2004), Menkominfo Tifatul Sembiring 'Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring' (2012), dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh 'Sang Ideolog' (2014).
5. Dekat dengan Jokowi dan Mundur dari PA 212
Usamah Hisyam dalam tulisannya di muslimobsession.com mengakui dia dekat dengan Jokowi. Namun dalam tulisan itu dia menyebut bahwa kedekatannya digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pemulangan Habib Rizieq Syihab.
"Tetapi sebagian teman-teman mencurigai saya akan melakukan 'jebakan Batman' terhadap HRS. Karena hubungan saya dengan Istana yang dianggap mesra. Padahal tak ada sedikit pun niat saya seperti itu. Saya justru memanfaatkan kedekatan saya dengan Presiden Joko Widodo untuk pemulangan HRS ke Tanah Air," ujar Usamah.
Di sisi lain, Usamah sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni 212. Dia keluar karena pergerakan itu disebutnya tidak lagi sesuai dengan tujuan awal.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini