"Saya berharap pansus itu akan memberikan kepada masyarakat semacam ketenangan tentang keraguan yang berkembang atas bocornya data e-KTP dan dokumen yang relevan, sehingga tak ada lagi kecurigaan atas pelaksanaan pemilu nanti. Dan juga tidak ada lagi yang merasa ini dicurangi atau seperti apa," kata Fahri dalam keterangan tertulis, Kamis (13/12/2018).
Menurut dia, dalam jangka pendek ini, semua orang harus memiliki rasa tenang bahwa pemilu akan berlangsung dengan jujur, adil, dan transparan, sehingga kalah atau menang bisa diterima masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus ini, Fahri menilai, belum terungkapnya hubungan antara e-KTP tercecer dengan para supplier-nya dan kementerian yang membayar pengadaannya. Malah, kata dia, saat ini membahas keterangan Nazaruddin tentang uang yang beredar di antara anggota DPR, tapi lupa memeriksa permainan tender yang bikin e-KTP tersebut tercecer.
"Skandal e-KTP itu ada dua, pertama yang sekarang heboh tetapi nggak mau diungkap soal kenapa ada kelebihan cetak. Bagaimana kalau ada penggelembungan jumlah pemilih di database? Kedua, yang dramanya sudah selesai dengan dipenjaranya SN, sahabat NZ. Drama selesai tapi kepalsuan tidak," ujarnya.
Padahal, menurutnya, keanehan dalam skandal e-KTP ini karena menilai KPK tidak mau menelusuri proses tender sampai adanya pemenang yang punya akses kepada data penduduk/pemilih Indonesia.
"Dalam skandal e-KTP yang diributkan malah sesuatu yang awam, seperti soal bagi-bagi uang dari pengusaha sebelum tender, padahal belum ada peredaran uang negara. Keributan ini bukan tentang kerugian negara, tapi soal bagi-bagi fee antara pengusaha sebelum ranah negara. Sementara masalah inti lupa," sindirnya.
Ia pun berpendapat, seandainya KPK mau mendalami surat-menyurat antara Kementerian Dalam Negeri dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diketuai oleh Agus Rahardjo saat itu, tentu memiliki cerita yang berbeda.
"Akan terungkap bagaimana modus penyimpangan data kependudukan yang sangat berpotensi lahirkan kecurangan dalam pemilu. Nah, ini harus diteliti dan dipelajari. Untuk itu, perlu sebuah pansus," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta Kemendagri mendalami tercecernya ribuan e-KTP di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur, secara serius. Pasalnya, menurutnya, usulan untuk membentuk pansus mulai terdengar dari sejumlah anggota Komisi II.
"Kami mengimbau Mendagri lebih serius mendalami kasus ini. Kalau perlu, dibentuk tim, karena suara-suara di Komisi II sudah hampir nyaring juga untuk membikin semacam pansus," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Baca juga: Ini Cara DPR Menuju Parlemen Modern |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini