"Sebenarnya kita sudah sejak dulu (bicara tentang perbaikan sistem partai politik), dari tahun lalu, ketika kita mulai kajian korupsi di sektor politik," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (13/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya demokrasi itulah yang disoroti KPK sebagai pengeluaran para kepala daerah saat mencalonkan diri, mulai kampanye hingga biaya saksi. Biaya itu disebut KPK membebani para calon kepala daerah sehingga berujung pada praktik suap.
"Tapi banyak juga bupati yang lain tidak melakukan yang sama," ujar Syarif.
Korupsi sektor politik memang kembali muncul karena teranyar Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar ditetapkan KPK sebagai tersangka. Irvan diduga menyunat anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan untuk membangun fasilitas SMP di Kabupaten Cianjur.
"KPK merasa sangat tidak nyaman dengan Bupati Cianjur ini karena yang dikorbankan adalah sekolah-sekolah, pendidikan anak-anak. Ini memeras kepala sekolah seperti itu. Konstruksi kasusnya kemarin itu, ini bagian dari pemerasan. Misal anggaran itu kan mau diberi ke kepala sekolah. Tapi, kalau mau diperbaiki sekolah, kamu harus memberikan 7 persen dari uang yang seharusnya diterima. Itu kan aneh banget," kata Syarif.
Irvan pun menjadi kepala daerah ke-106 yang menjadi tersangka KPK hingga saat ini. Sedangkan bila diukur per tahun ini saja, Irvan menjadi kepala daerah ke-21 yang terjaring melalui operasi tangkap tangan (OTT). (haf/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini