Survei BNPT menunjukkan aktivitas keagamaan masyarakat Indonesia masuk kategori tinggi dengan skor 77,73. Namun bekal keagamaan masyarakat tergolong rendah yaitu 25,82.
Suhardi mengatakan kondisi ini akan berbahaya jika masyarakat tidak mendapatkan guru agama yang tepat, yang bisa meningkatkan pemahaman keagamaan yang baik dan ramah. Terlebih lagi bila masyarakat mencari pemahaman ilmu agama lewat internet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini yang terjadi sekarang aktivitas tinggi tapi tidak ngerti ini benar atau tidak. Memungkinkan hal ini masyarakat terpapar radikalisme, mungkin," imbuhnya.
Dia mengatakan mencari konten agama di dunia maya berbahaya, terlebih jika dilakukan tanpa pendampingan orang yang paham agama. Suhardi mengatakan paparan radikalisme di media sosial tinggi.
"Survei menunjukkan responden mencari konten agama melalui media sosial itu kategorinya tinggi 61,23. Mencari tapi takutnya bisa salah jalan. Dia cari ilmu, kemudian terpapar ajaran yang menyimpang," ujar Suhardi.
"Ini harus diperhatikan serius, karena pengaruh media sosial sangat tinggi, gadget itu kebutuhan primer saat ini," sambungnya.
Dia mengatakan saat ini budaya verifikasi informasi belum terbangun. Kerap kali informasi yang ada di medsos dibagikan begitu saja tanpa terlebih dahulu dilakukan verifikasi.
Suhardi mengatakan dampak buruk medsos bukan hanya soal agama. Relasi antar masyarakat juga bisa rusak saat menggunakan medsos tanpa disertai verifikasi dan hati-hati.
"Inilah masyarakat rentan terpapar info negatif bukan hanya radikalisme, di sisi lain sosialisasi kurang, kecurigaan terhadap sesama meningkat, permusuhan tumbuh dengan cepat dan media sosial selalu digunakan. Kumpul di satu tempat bukan sosialisasi tapi malah main gadget, ini berbahaya," ucap dia. (jbr/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini