"Dugaan penerimaan uang dalam kasus ini diduga mengalir kepada sejumlah dinas, karena proses perizinan menuju IMB tersebut melibatkan sejumlah dinas di Pemkab Bekasi. Ada beberapa rekomendasi dan izin yang harus diurus lebih dulu sebelum dapat IMB, dan pembangunan hanya bisa dilakukan kalau IMB sudah ada. Itu tentu menjadi poin-poin yang kami cermati," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (19/10/2018).
"Sehingga dugaan penerimaan kepala dinas menjadi concern penyidik dan dugaan penerimaan Bupati dari sejumlah kepala dinas tentu akan kami dalami juga," sambungnya.
Neneng Hassanah memang dijerat KPK dengan pasal suap atau pasal gratifikasi. Dia dijerat dengan pasal alternatif, yaitu Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor.
Dalam perkara dugaan suap Meikarta, KPK menetapkan sembilan orang tersangka, yakni:
Diduga sebagai penerima:
1. Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin
2. Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin
3. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor
4. Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati
5. Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi
Diduga sebagai pemberi:
1. Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro
2. Konsultan Lippo Group Taryadi
3. Konsultan Lippo Group Fitra Djaja Purnama
4. Pegawai Lippo Group Henry Jasmen.
Para tersangka dari jajaran Pemkab Bekasi itu diduga menerima Rp 7 miliar sebagai bagian dari fee fase pertama yang bernilai total Rp 13 miliar. Duit itu diduga terkait perizinan proyek Meikarta.
KPK juga telah menggeledah rumah Neneng Hassanah dan sejumlah lokasi lainnya. Dari rumah Neneng Hassanah, KPK menyita sejumlah dokumen dan uang sekitar Rp 100 juta dalam pecahan rupiah dan yuan. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini