"Menurut saya dakwah di tempat tersebut lebih banyak mudarat dibandingkan dengan manfaat," kata Abdul Mu'ti kepada detikcom, Kamis (13/9/2018).
Menurut Mu'ti, dakwah merupakan proses yang perlu rancangan seksama. Dakwah bukanlah spontanitas dan gerakan sporadis. Termasuk, peserta dakwah juga perlu dikondisikan dan mengkondisikan diri sedemikian rupa supaya bisa mendapatkan pencerahan spiritual serta psikologis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara psikologis dan spiritual, mereka yang ke klub berniat untuk mencari hiburan, bukan untuk mencari pencerahan," kata Mu'ti.
Meski berpandangan bahwa dakwah di klub malam sebagai dakwah yang kurang tepat, namun Mu'ti menyerahkan keputusan kepada pendakwah yang bersangkutan, yakni Gus Miftah. Dia tidak melarang dakwah Gus Miftah.
"Itu pilihan pribadi beliau. Kalau beliau mampu, silakan saja," kata Mu'ti.
Gus Miftah selain dakwah di klub malam di Bali, pria 37 tahun itu juga telah beberapa kali menggelar pengajian bagi pegawai di salon plus-plus dan tempat prostitusi, termasuk di kawasan Pasar Kembang (Sarkem) Yogyakarta.
"Ini caraku, ini jalan dakwah, saya tidak pernah menghakimi mereka. Artinya, saya berpikir, ngaji bukan hanya persoalan pahala dan dosa. Surga-neraka, seburuk apapun mereka, tidak kehilangan mereka dalam hatinya," tutur Gus Miftah, Rabu (11/9/2018).
Yang menjadi tujuannya adalah mengajak berselawat, bukan menghakimi para pekerja tempat hiburan malam. Menurutnya, yang paling berhak menghakimi adalah Allah SWT. Mereka para pekerja remang-remang juga punya hak untuk mendapatkan kemesraan dengan penciptanya.
(dnu/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini