Setahun berlalu, sekolah tersebut hingga kini masih digunakan untuk proses belajar mengajar dan tidak pernah disentuh bantuan dari pemerintah setempat.
Sebanyak 100 lebih orang siswa harus belajar diruang kelas tanpa atap yang memadai. Mereka hanya beratapkan sederhana yang terbuat dari genteng bekas dan seng yang dikumpulkan dari guru-guru dan warga setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini tentu akan sangat parah ketika musim hujan tiba. Para siswa akan kehujanan karena atap sederhana yang tidak rapat. Sehingga air hujan merembes.
"Dengan kondisi ini, siswa dan guru tetap ada semangat untuk proses belajar mengajar. Memang kondisi kami sangat memprihatinkan, karena kami kekurangan biaya," kata Kepala Sekolah, Juwairiah, pada detikcom, Rabu (12/9/2018).
Pasca kejadian setahun yang lalu, hingga saat ini sekolah tersebut belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat, baik dari PGRI Kabupaten Dompu juga PGRI NTB.
Untuk mendapatkan bangku dan meja belajar, pihak sekolah diberi bantuan oleh rekan guru di sekolah lain. Juga mendapatkan bantuan dari masyarakat setempat.
"Lima gedung hangus atap dan semua isinya. Kami hanya mendapatkan bantuan dari warga untuk bangku dan meja. Ada juga yang kami gunakan sisa kebakaran," terangnya.
Juwairiah berharap, sekolahnya bisa direnovasi agar proses belajar mengajar tetap berlangsung. Mengingat minat warga desa tersebut juga cukup tinggi.
"Saat ini tiga ruangan tersebut diperbaiki seadanya karena masih kekurangan dana. proses belajar mengajar terus berjalan meski dengan kondisi memprihatinkan, yang penting ilmu pendidikan ini tetap kami terapkan kepada siswa," tuturnya.
![]() |
Tonton juga 'Potret Miris Pasutri yang Sakit-sakitan, Rumah Bolong-bolong':
(rvk/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini