"Sebenarnya pada waktu kami diminta jadi Ketua BPPN, kami tanya pada Ibu Presiden," kata Syafruddin saat memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan perkara korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (23/8/2018).
Saat itu, Syafruddin mengaku masih bertugas sebagai Duta Besar World Trade Organization (WTO). Awalnya menurut Syafruddin, Dorodjatun Kuntjoro Jakti yang menunjuknya sebagai Ketua BPPN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Syafruddin mengaku meminta KKSK membuat dasar kebijakan BPPN. Dorodjatun yang saat itu menjabat sebagai Ketua KKSK menurut Syafruddin kemudian menyiapkan seluruh kebijakan untuk BPPN.
"Waktu itu Pak Djatun bilang 'oke akan kita siapkan'," ujar Syafruddin.
Syafruddin mengatakan saat itu Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) untuk MSAA (Master Settlement and Acquisition Agreement) sudah ada. Selanjutnya, menurut Syafruddin, KKSK membuat kebijakan berkaitan dengan penjaminan.
"Karena kegiatan kami penjaminan itu luar biasa. Harus dibuat policy," tutur Syafruddin.
Dalam perkara ini, Syafruddin selaku mantan Ketua BPPN didakwa merugikan negara Rp 4,5 triliun terkait BLBI. Kerugian negara itu berkaitan dengan penerbitan SKL dari BPPN terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki pengusaha Sjamsul Nursalim.
(fai/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini