"Sebenarnya dari kemarin pun kita sudah perintahkan, sekadar untuk melakukan pencegahan agar membuat suasana aman dan damai, untuk menurunkan spanduk itu," kata komisioner Bawaslu DKI, Puadi, kepada detikcom, Rabu (22/8/2018).
Namun demikian, Puadi menilai sebenarnya spanduk itu tak memenuhi unsur pidana pemilu. Ini karena spanduk tak memuat lambang partai, nomor urut, unsur politik uang, dan citra diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalaupun mungkin diturunkan, itu dalam rangka keindahan kota. Kami akan koordinasikan dengan Satpol PP," kata Puadi. Dia juga menunjukkan Perda DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang melarang pemasangan spanduk di jembatan penyeberangan.
Saat ini belum ada capres dan cawapres karena bakal calon yang ada masih menjalani proses administrasi. Lain halnya bila sudah ada capres dan cawapres yang definitif dan kemudian mencuri start kampanye, maka pihak capres dan cawapres itu bisa ditindak.
"Kalau soal spanduk jangan pilih capres jahat, sekarang kan kampanye saja belum mulai," kata dia.
Untuk konteks spanduk larangan memilih capres jahat, spanduk itu muncul sebelum KPU menetapkan capres dan cawapres. Lagipula, yang dimaksud sebagai 'capres jahat' juga tidak bisa dipastikan.
"Kalau 'jangan pilih capres yang jahat', maka sifatnya semu, bukan konkret. Siapa yang mau dituju?" ujar Puadi.
Sebelumnya, komisioner Bawaslu RI Rahmat Bagja menyatakan akan menurunkan spanduk larangan memilih capres jahat sebagai upaya preventif. Spanduk itu terpasang di JPO Cempaka Putih dan Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Spanduk itu bertuliskan, 'Jangan Pilih Capres Jahat'. Belum ada pihak yang mengaku sebagai pemasang spanduk. Tertulis di spanduk itu, pihak yang membuat yakni -Masyarakat Anti Golput-.
"Saya instruksikan Bawaslu Kabupaten/Kota Jakarta Pusat untuk segera menurunkan (spanduk itu) sebagai langkah pencegahan," tandas Puadi.
Simak Juga 'Mahfud MD: Kita Pemilu untuk Cegah Orang Jahat Pimpin Negara':
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini