Ini adalah bagian dari nota kesepahaman yang ditandatangani sejumlah lembaga pemerintah di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (19/7/2018).
Nota kesepahaman itu bertajuk "Pencegahan Penyebaran Paham Radikal dan Intoleransi", ditandatangani langsung oleh Mendikbud Muhadjir Effendy, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, dan Sekjen Kementerian Agama Nur Syam yang mewakili Menag Lukman Hakim Saifudin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guru-guru agama dipandangnya bertanggung jawab terhadap penanaman pola pikir siswa. Paham teror tidak oleh mengakar (radikal) pada benak siswa. Kegiatan-kegiatan di sekolah rentan disusupi oleh pengajaran paham teror.
"Karena guru-guru agama di sekolah umum bertanggung jawab ke siswa dan guru-guru lainnya. (Guru agma) Juga bertanggung jawab membina organisasi Islam sekolah yaitu lewwat kegiatan keagamaan di sekolah, yang ini disamping saluran lain kita anggap bisa dimasuki paham-paham berbahaya," kata Muhadjir.
Muhadjir berpendapat radikalisme dalam bentuk apapun bakal berbahaya. Paham kekerasan berdalih agama yang mengakar bakal berbahaya. Begitu pula paham nasionalisme yang radikal juga bisa berubah menjadi fasisme berbahaya.
Kembali ke soal paham radikal-terorisme, Kemendikbud dan BNPT akan memetakan sekolah-sekolah yang punya kerawanan terkait hal itu.
"Kemendikbud memiliki peta itu dan salah satunya kerjasama nanti dengan BNN adalah mempertajam pemetaan sekolah-sekolah rawan pengaruh terorisme dan pengaruh narkotika ini. Tentunya BNPT dan BNN jauh lebih lengkap, informatif mengenai peta itu. Karena itu MoU ini akan banyak skema-skema yang akan kita tindak lanjuti," kata Muhadjir.
Soal kurikulum yang dapat mencegah paham radikal, Mendikbud punya dasar Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Kepala BNPT Suhardi Alius menyambut baik hal ini.
"Jangan sampai anak-anak kita tercemar ke situ (ke pemikiran radikalisme). Mengapa kami koordinasi ke Mendikbud, karena ada pendidikan penguatan karakter kita akan isi bersama-sama dengan BNN memberikan materi-materi untuk daya tahan ke mereka jangan sampai terpapar kesitu," kata Suhardi Alius.
![]() |
Suhardi menjelaskan, radikalisme yang dibahas di sini diartikan sebagai paham yang anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan paham yang intoleran. Radikalisme yang dimaksud tak menunjuk kepada satu agama tertentu.
"Tidak ada muslim yang mengajarkan intoleran," kata Suhardi.
Selain siap menjalankan kerjasama dalam bidang pendidikan pencegah radikalisme di tingkat sekolah, BNPT juga siap bekerjasama dalam mencegah radikalisme di tingkat perguruan tinggi.
"Dalam pendidikan ini bukan hanya kurikuler tapi ekstrakurikeler itu bisa masuk juga (paham radikal). Itu saya serahkan pada para rektor. Kita siapkan anak-anak kita jangan terkena paham-paham itu," ujar Suhardi.
(dnu/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini