"Ada beberapa unsur informasi di sana. Proyeknya apa, nilai proyek, nilai fee, dan juga siapa yang mendapatkan 'jatah' dari proyek tersebut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (18/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk nama proyek, tulisannya seperti biasa. Tapi siapa yang mendapatkan 'jatah' proyek tersebut ditulis dengan kombinasi atau perubahan bentuk dari tulisan huruf ke angka," ujar Febri.
"Secara persis tidak tepat disampaikan saat ini," sambungnya.
Selain itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, jika jatuh ke orang lain, kode itu tak akan bisa dipahami. Menurutnya, KPK baru memahami setelah dijelaskan oleh pihak terkait dalam pemeriksaan.
"Itu untuk mereka saja. Mereka memahami. Kalau jatuh ke tangan orang lain, orang tidak akan mengerti. Itu pun kita mengerti setelah kita minta jabarkan dia," tutur Saut.
KPK menetapkan Pangonal dan orang kepercayaannya, Umar Ritonga, sebagai tersangka penerima suap. Selain Pangonal, KPK menetapkan pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra, sebagai tersangka pemberi suap.
Pangonal diduga minta duit sekitar Rp 3 miliar terkait proyek-proyek di Labuhanbatu untuk tahun 2018. Salah satu yang berhasil diungkap KPK adalah dugaan pemberian uang dari pengusaha Effendy Sahputra senilai Rp 576 juta yang disebut sebagai bagian dari permintaan Rp 3 miliar.
Operasi tangkap tangan dilakukan setelah orang kepercayaan Effendy Sahputra berinisial AT mencairkan cek Rp 576 juta di BPD Sumut. Duit Rp 500 juta dari pencairan kemudian dititipkan ke petugas bank lalu diambil Umar Ritonga, orang kepercayaan Bupati.
"Sesuai perintah ES (Effendy Sahputra), UMR (Umar Ritonga) menuju BPD Sumut. Sebelumnya yang bersangkutan menghubungi AT, orang kepercayaan ES, bertemu di BPD Sumut dengan modus menitipkan uang yang sudah disepakati sebelumnya. (haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini