Titik krusial itu adalah bandara (Jeddah maupun Madinah), Madinah, Mekah dan Armina (Arafah Muzdalifah dan Mina).
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Ditjen Pelayanan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Sri Ilham Lubis, mengatakan ada cara berbeda dalam proses penyajian makanan di empat titik itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanan disajikan untuk jemaah saat berada di dalam bus," ujar Sri dalam acara Pembelakan Petugas Media Center Haji 2018 di Kantor Kemenag, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/7/2018).

Di Mekah dan Madinah, proses penyajiannya berbeda. Makanan dimasak di dapur kantor muasasah yang mengerjakan konsumsi, lalu dibawa ke hotel para jemaah.
"Dibawa dengan mobil hidrolik dan dilengkapi heater, pemanas. Heater ini wajib dilakukan agar makanan yang disajikan ke jemaah dalam keadaan fresh," tutur Sri.
Untuk penyajian di Mekah dan Madinah ini, ada gap waktu beberapa jam antara kapan makanan dimasak dan kapan makanan ini dimakan oleh jemaah. Oleh karena itu, heater menjadi penting.
"Kami mensyaratkan kepada mitra kami agar heater selalu aktif dalam posisi tercolok," sambung Sri.
Di sisi lain, Sri juga meminta kepada jemaah haji untuk langsung menyantap makanan begitu sudah didapatkan. Hal itu terkait erat dengan masa tenggang makanan itu.
"Sudah kami berikan keterangan juga bahwa yang mana untuk makan pagi, makan siang dan makan malam. Kami tuliskan bahwa ini maksimal misalkan 2 jam dimakan setelah diterima," tutur Sri. (fjp/aan)