Selain Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli, KPK akan menghadirkan mantan Kepala BPPN periode sebelum Syafruddin Arsyad Temenggung, yaitu Edwin Gerungan (2000-2001) dan I Putu Gede Ary Suta (2001-2002).
"Sidang selanjutnya akan dilakukan Kamis pagi, 5 Juli 2018, saksi-saksi yang akan dihadirkan di antaranya Kwik Kian Gie, Edwin Gerungan, Rizal Ramli, I Putu Gede Ary Suta, dan lain-lain," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (3/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proses penyidikan, keempatnya sudah beberapa kali diperiksa KPK. Kwik sendiri selain sebagai Menko Perekonomian pada era Megawati Soekarnoputri, juga sekaligus Ketua KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan).
Saat menjadi saksi di penyidikan, Kwik menegaskan BDNI masih memiliki utang Rp 3,7 triliun kepada negara.
Sementara itu, Rizal Ramli yang menggantikan Kwik pernah menyebut kasus BLBI ini erat kaitannya dengan tekanan IMF pada 1998, saat Indonesia mengalami krisis moneter. Bank-bank kecil yang kemudian kolaps, akhirnya disuntik BLBI.
Saat harus membayar utangnya kepada negara, pada era Presiden Habibie disepakati pembayaran bisa menggunakan aset saham, tanah, dan bangunan. Namun, ada obligor yang justru menyerahkan aset busuk atau tidak sepadan nilainya dengan pinjaman yang dilakukan.
"Kalau obligornya benar, dia serahkan aset yang bagus, yang sesuai dengan nilainya. Tapi juga ada kasus di mana menyerahkan aset busuk yang nilainya tadi sepadan pada waktu dilakukan evaluasi tentang BLBI," kata Rizal di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (2/5/2017).
Dalam perkara ini, Syafruddin selaku mantan Ketua BPPN didakwa merugikan negara sebesar Rp 4,5 triliun terkait BLBI. Kerugian negara itu berkaitan dengan penerbitan SKL dari BPPN terhadap BDNI, yang dimiliki pengusaha Sjamsul Nursalim. (nif/fdn)











































