Jaksa KPK mencecar Iwan terkait keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam BAP itu, Iwan menyampaikan bila BDNI merupakan salah satu bank yang diawasi BI pada saat itu. Dia juga menyebut BDNI dikategorikan sebagai bank tidak sehat sehingga saat itu disuntik dana BLBI.
"Dalam BAP nomor 9, saksi menyatakan dasar kebijakan pemerintah memberikan BLBI kepada bank yang mengalami saldo debit di antara BDNI. Adanya perintah Presiden Soeharto tidak melikuiditasi bank, pemerintah dengan IMF memberikan likuiditas bank yang mengalami kesulitan, dan jaminan bank kepada pemilik simpanan akan dipenuhi pemerintah terhadap kewajiban dan adanya krisis ekonomi. Itu alasan diberikan BLBI?" kata jaksa pada Iwan saat sidang terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (21/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iwan juga mengaku BDNI juga mengalami masalah saldo debit. Masalah yang dimaksud yaitu BDNI tidak mencukupi dana saat nasabah melakukan penarikan uang.
"Pada waktu nasabah menarik dana tidak mencukupi dana sehingga BI memberikan fasilitas yang ditetapkan," ujar Iwan.
Atas saldo debit itu, Iwan menyebutkan pihak BI melakukan pemeriksaan terhadap BDNI. BI saat itu meminta BDNI menambah modal dan perbaikan.
Jaksa pun bertanya ada tidaknya metode setop kliring yang dilakukan BDNI. Sebab, menurutnya, ada masalah saldo debit terhadap BDNI.
"Terhadap BDNI dilakukan setop kliring?" tanya jaksa.
"Tidak dilakukan setop kliring, alasan bagian proses penjaminan pemerintah dan diketahui BDNI saldo debit, ada juga banyak bank. Bank juga harus diberlakukan sama," kata Iwan.
Saat ditanya saat itu saldo debit BDNI berapa, Iwan mengaku lupa. Jaksa kemudian membacakan BAP Iwan mengenai saldo debit yang dimiliki BDNI sebesar Rp 166,3 miliar.
"Saldo debit Desember 1997 berdasarkan laporan accounting, BDNI mulai bersaldo debit sejak Januari 1998 sebesar Rp 166,3 miliar sampai bank itu dibekukan pada 1998. Terjadi saldo debit adanya penarikan tunai dan cabang bank BDNI," ucap jaksa yang diamini Iwan.
Dalam perkara tersebut, Syafruddin didakwa merugikan negara sebesar Rp 4,5 triliun terkait BLBI. Kerugian negara itu berkaitan dengan penerbitan SKL dari BPPN terhadap BDNI yang dimiliki pengusaha Sjamsul Nursalim.
Ini dia video 'Penjelasan Eks Menkeu Era Habibie Kucurkan Rp 144 T untuk BLBI', simak selengkapnya di 20Detik:
[Gambas:Video 20detik] (fai/dhn)