Menkum HAM Minta KPU-Parpol Deklarasi Daftar Eks Koruptor Nyaleg

Menkum HAM Minta KPU-Parpol Deklarasi Daftar Eks Koruptor Nyaleg

Ray Jordan - detikNews
Kamis, 07 Jun 2018 13:37 WIB
Menkum HAM Yasonna Laoly (Foto: Marlinda Oktavia/detikcom)
Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly mengatakan tak setuju dengan wacana mantan narapidana kasus korupsi dilarang maju sebagai calon legislatif (caleg). Menurutnya hal itu bertentangan dengan undang-undang, putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dan hak asasi manusia.

Yasonna memberi solusi mengenai hal tersebut. Dia memberi usul agar KPU dan partai politik membuat deklarasi untuk tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi.


"Misalnya, tadi saya baca di internet. Sudahlah, panggil partai politik, buat deklarasi bersama tidak akan mencalonkan mantan napi ini, korupsi. Berikutnya buat di daftar pengumuman. Itu yang dikelola baik, buat daftar bagaimana meyakinkan publik bahwa ini orang-orang," kata Yasonna saat ditemui di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (7/6/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, dengan membuat daftar nama para mantan koruptor, masyarakat nantinya akan menilai dan menentukan pilihannya sendiri. Yasonna berpendapat cara ini lebih tepat dibanding harus menabrak UU dan melanggar hak politik seseorang.


"Saya juga melihat itu ada sesuatu yang tidak pas karena bertentangan langsung dengan undang-undang, dengan konstitusi. Kan saya selalu mengatakan, cara yang baik, kepentingan yang baik, tujuan yang baik, jangan dilakukan dengan cara yang salah, masih banyak cara yang lain. Yang barangkali dampaknya sama saja, tapi bukan berarti langsung menabrak. Itu satu," katanya.

Yasonna menambahkan, dalam putusan MK, sudah jelas disebutkan bahwa hak politik seseorang merupakan bagian dari HAM. Untuk menghilangkan HAM seseorang itu hanya bisa dilakukan lewat dua cara, yakni melalui UU dan putusan pengadilan.


"Saya katakan selalu keputusan MK bahwa itu jelas bahwa itu bagian dari hak asasi manusia. Menghilangkan hak asasi manusia hanya dengan dua cara, melalui undang-undang, hingga akhirnya membatasi HAM seseorang. Jadi melalui undang-undang atau melalui keputusan pengadilan. Seorang napiter, misalnya, napi korupsi, kan beberapa orang hak politiknya dicabut, itu jelas putusan pengadilan. Itu dibatasi oleh undang-undang," jelasnya.

Sementara itu, lanjut Yasonna, PKPU bukanlah undang-undang, terlebih bisa menghilangkan hak politik seseorang. "PKPU bukan undang-undang, dia jauh di bawah undang-undang. Di bawah undang-undang itu masih ada peraturan pemerintah, peraturan presiden. Itu jauh sekali," katanya.


Yasonna menilai, jika larangan di dalam PKPU ini disahkan, akan timbul preseden buruk ke depannya. Putusan ini ditakutkan akan membuat lembaga lain 'latah' untuk memiliki aturan yang bertabrakan dengan undang-undang. (jbr/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads