"Politik identitas hampir selalu mewarnai setiap proses pemilu di banyak tempat. Ini terjadi karena identitas adalah salah satu modal penting bagi kandidat/partai untuk memobilisasi dukungan," tutur pakar politik UGM Nanang Indra Kurniawan dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (6/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Identitas hampir dipastikan akan menjadi elemen penting bagi kandidat di 2019 untuk mobilisasi dukungan maupun merekayasa persepsi pemilih. Memang bentuk, besaran, dan skalanya akan berbeda dari datu kandidat ke kandidat lain," kata Nanang.
Isu identitas yang dimainkan oleh elite politik berpotensi memecah belah masyarakat. Untuk itu masyarakat juga perlu meminimalisasi potensi tersebut.
"Identitas ini memang berpotensi membawa keterbelahan politik dalam masyarakat. Persoalan lain bisa menjadi besar ketika dibingkai dengan isu identitas oleh para elite," kata Nanang.
Identitas seseorang memang tidak tunggal, seseorang bisa saja memiliki status dan peran ganda dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu, narasi tentang identitas bersama harus dimunculkan.
Pemicu Munculnya Politik Identitas: Elite dan Buzzer
Dunia maya dan politik punya hubungan erat. Pakar politik LIPI Prof Lili Romli menyebut salah satu penyebab menguatnya isu politik identitas berasal dari dunia maya.
"Persoalan para buzzer ini, susah dicegah karena era kebebasan ini-itu. Tapi kan saya lihat masyarakat juga banyak baca media resmi, (media resmi) itu yang harus meluruskan hal-hal yang nggak baik itu. Jangan sebaliknya (justru) memanas-manasi. Memang dunia ini sudah memasuki era post-truth," ujar Lili.
Lili tak mengaitkan buzzer dengan poros politik tertentu. Dia juga menyebut buzzer secara umum saja.
Selain buzzer, tentunya yang menghembuskan isu identitas adalah elite politik. Menurut Lili, isu identitas adalah cara tak elegan politikus untuk menarik suara.
Agar Masyarakat Tak Terbelah karena Politik Identitas
Politik identitas bisa memecah belah masyarakat. Prof Lili menilai keterbelahan masyarakat sejak Pilpres 2014 masih terasa sampai saat ini.
"Ada dua kemungkinan yang muncul akibat politik identitas; masyarakat jadi dinamis atau masyarakat akan apatis. Ketika masyarakat dinamis, kemudian membabi buta kemudian jadi terbelah. Tapi kemudian sebaliknya, kalau jadi apatis juga nggak bagus, partisipasi politik rendah juga," papar Lili.
Munculnya isu identitas bukan berarti keterbelahan masyarakat tak bisa dicegah. Salah satu caranya, kata pakar politik UGM Nanang Indra Kurniawan, adalah dengan pembuatan regulasi tentang kampanye yang tidak provokatif yang memanfaatkan sentimen identitas.
"Kedua, mendorong literasi politik masyarakat tentang pemilu sebagai mekanisme yang damai untuk melahirkan kepemimpinan baru sehingga konflik dengan kekerasan harus dihindari," papar Nanang.
Literasi politik ini bisa dimunculkan oleh media massa, organisasi masyarakat sipil, partai, lembaga pendidikan, dan pemerintah. Kemudian yang terakhir adalah dengan mendorong partai politik dan kandidat di pilpres untuk mampu menghadirkan visi, program, dan kapasitas yang jelas.
"(Sehingga) memungkinkan pemilih memberi petimbangan pertimbangan yang lebih rasional untuk memilih," tutur dia. (bag/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini