Eks Pimpinan KPK: Bila RKUHP Disahkan, UU Tipikor Tak Berlaku Lagi

Eks Pimpinan KPK: Bila RKUHP Disahkan, UU Tipikor Tak Berlaku Lagi

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Selasa, 05 Jun 2018 16:31 WIB
Konferensi pers di KPK (Foto: Nur Indah Fatmawati/detikcom)
Jakarta - Mantan Wakil Ketua KPK Moch Jasin menyebut RKUHP--apabila disahkan--akan mengebiri kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi. Sebab, menurut Jasin, ada pasal-pasal yang mengatur tindak pidana korupsi dalam RKUHP tersebut.

"Untuk memberantas korupsi harus dipisah dari KUHP. Jadi misalkan ada di sini, katakanlah bridging saja, jadi tidak masuk ke dalam delik-delik pemidanaan yang menurut evaluasi sementara dari Bab III mengenai tipikor pasalnya 687-695," ucap Jasin dalam jumpa pers bersama pimpinan KPK serta aktivitis antikorupsi di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (5/6/2018).


Namun, Jasin tidak menyebutkan pasal-pasal tersebut berasal dari draf RKUHP atau dari naskah akademik pembahasan RKUHP. Meski demikian, menurutnya, pasal-pasal tipikor di RKUHP pun terindikasi memberikan hukuman pidana yang lebih rendah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kita klasifikasikan tentang deliknya itu hanya tinggal 7 delik, yang 8 itu karena yang 2 ada di situ. Kalau ini diundangkan di pasal 723, dalam jangka waktu 1 tahun maka dalam buku I UU ini ada ketentuan yang mengatur tindak pidana berdasarkan putusan buku I KUHP," sebut Jasin.

"Artinya pemidanaan di UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor yang deliknya banyak, ini menjadi tidak berlaku lagi," imbuh Jasin.

Di tempat yang sama, peneliti di Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menggarisbawahi tentang proses pembahasan RKUHP yang tidak transparan. Menurutnya, draf yang beredar di publik menjadi tidak jelas.

"Dalam pemantauan ILR dalam proses reformasi KUHP yang bergulir sejak 3 tahun belakangan kami melihat adanya less tranparansi dalam proses pembentukan regulasi," ucap Erwin.


"Itu bisa terlihat dari beberapa rancangan KUHP yang masing-masing waktu punya perubahan signifikan namun tanpa ada alasan yang cukup memadai, misalnya yang berkembang di publik versi Februari tahun 2017, kemudian Maret 2018, dan terakhir yang dilampirkan pada April 2018," imbuh Erwin.

Selain itu, Erwin menyebut penolakan RKUHP itu tidak semata-mata sebagai ketakutan tanpa alasan. Menurutnya, RKUHP harusnya dibahas secara terbuka dan isinya benar-benar dipahami semua pihak dengan baik tanpa ada tendensi melemahkan pihak tertentu kecuali menguatkan penegakan hukum.

"Dukungan dari koalisi untuk minta KPK keluarkan delik korupsi RUU KUHP bukan berarti tidak sepakat KUHP. Koalisi mendukung proses reformasi KUHP tapi tidak dengan cara terburu-buru apalagi memasukkan delik korupsi. Seharusnya pemerintah tidak buru-buru mengesahkan rancangan undang undang karena ada 18 syarat lain termasuk dalam isu antikorupsi," kata Erwin.



Tonton juga video 'Polemik Larangan Eks Koruptor Nyaleg, KPU Minta Presiden Ubah UU':

[Gambas:Video 20detik]

(dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads