Pada masa-masa menjelang hajatan pemilu atau pilkada, buku-buku mengenai tokoh terbit dan berkerumun di toko buku. Inti pesan yang disampaikan tentu agar publik memilih mereka menjadi presiden, gubernur, bupati, atau wali kota.
Buku-buku semacam itu, menurut Bandung Mawardi, merupakan propaganda berselubung keaksaraan berdemokrasi. "Buku telah mengesahkan siasat berdemokrasi," tulis pegiat literasi kuncen Bilik Literasi Solo itu dalam rubrik kolomdi detik.com, 5 Februari 2018.
Sebagai bagian strategi propaganda, acara peluncuran biasanya dikemas sedemikian rupa untuk mendapatkan efek tertentu yang diharapkan. Calon Gubernur petahana Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, misalnya, memilih meluncurkan Anak Negeridi pinggiran sawah di gang Dukuh Sawit Desa Kunti Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, 29 Januari lalu.
Penantangnya, Sudirman Said juga merilis buku dengan target serupa, kawula muda. Judulnya, Dear Millennials, yang merupakan kumpulan catatan-catatan pribadi Sudirman Said. Buku praktis yang diterbitkan oleh Noura Books ini berisi kutipan, inspirasi, serta pelajaran tentang etos kehidupan.
Desain serta isi buku dibuat cukup gaul sesuai dengan judulnya. "Buku ini semacam pengalaman, pengamatan kiri kanan saya. Ditulis sambil jalan, saat saya mulai keliling (pencalonan di Jawa Tengah). Karena banyak waktu di jalan, saya tak tidur dan saya menulis, " kata mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu.
Lain lagi dengan Bima Arya Sugiarto. Calon wali kota petahana Bogor ini memilih lokasi peluncuran bukunya, #AbdiBogor di Jakarta. "Mengapa launching ini di Jakarta? Karena saya ingin bersama senior dan sahabat saya," kata dia saat memberi sambutan di Soehanna Hall, The Energy Building, Senin (28/5/2018).
Dari sisi tetamu yang hadir, acara peluncuran buku tersebut memang tergolong meriah. Para senior yang hadir antara lain mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, mantan wakil gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, dan mantan calon gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono.
Anak Negeri merupakan buku ketiga Ganjar, setelah Kontroversi Ganjar dan Gubernur Jelata. Gatotkoco Suroso mengemas Anak Negeri dalam bentuk novel. Isinya bertutur tentang pahit getir kehidupan masa kecil Ganjar. "Buku ini saya harapkan mampu menjadi inspirasi bagi generasi masa kini, bahwa seorang yang memiliki masa lalu sulit dengan kerja keras dan kedisiplinan bisa menjadi pemimpin," ujar Gatotkoco yang juga menulis buku Jokowi Si Tukang Mebel.
Sementara #Abdi Bogor merupakan buku kedua Bima yang ditulis Fenty Effendy. Lima tahun lalu, saat Bima pertama kali mencalonkan diri sebagai wali kota Bogor, Fenty menulis Titik Balik Bima Arya. Buku itu bercerita tentang perjalanan hidup seorang anak jenderal, nakalnya sebagai remaja, gaulnya di kampus, bagaimana mencari uang dan beasiswa agar dapat meraih gelar doctor di 'Negeri Kanguru' setelah bapaknya meninggal dunia. Tentu juga mengupas alasan Bima yang lebih dikenal sebagai pengamat politik itu terjun ke politik.
Sementara #Abdi Bogor lebih berisi semacam buku raport tentang berbagai hal yang telah dikerjakan Bima selama lima tahun berada di balik kemudi F-1, sebagai wali kota. Ada banyak hal kisah menarik dan inspiratif yang diungkapkannya, mulai dari berhadapan para sopir angkutan kota dan ojek online yang berunjuk rasa, menyiasati anggaran yang cekak, hingga menangkis hoaks.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti Bandung Mawardi, ada pihak yang mempertanyakan untuk apa para kandidat itu bersusah payah menerbitkan buku. Dengan honor dan biaya peluncuran yang tentu tidak murah. Padahal mereka sudah punya berbagai perangkat media sosial: twitter, instagram, dan facebook.
Menjawab hal ini, Bima Arya, khususnya, punya kilah. "Saya pencinta buku sejak kecil, buku tidak tergantikan. Kalau simpan file dalam digital tidak tahu sampai kapan. Buku ini bisa dijaga dan bisa dibagi ke generasi masa depan."
Pertanyaan berikutnya, adakah warga yang sudi membeli dan membacanya?
Putri Nimitta dari Noura Books yang menerbitkan Dear Millenials, menyatakan tingkat penjualan buku-buku semacam itu lazimnya cukup bagus di daerah pemilihannya saja. "Misalnya Sudirman Said, penjualan bagus di toko buku di Jawa Tengah. Kalau di Jakarta biasa aja," tulisnya melalui layanan pesan singkat.