"Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi, kita nggak boleh terlalu membiarkan mereka gunakan opini-opini tertentu, bahwa seolah-olah disatukan atau dimodivikasi Undang-undang Tipikor masuk KUHP seolah hentikan pemberantasan korupsi. Tidak seperti itu," kata Maqdir dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6/2018).
Pria yang menjadi penasehat hukum terpidana kasus korupsi e-KTP Setya Novanto ini juga menilai sikap KPK yang menolak RKUHP dapat ditafsirkan sebagai makar. "Komisi Pemberantasan Korupsi bisa kena makar kalau mereka tetap begitu," ujar dia.
Dalam kesempatan ini Maqdir mengingatkan KPK tentang penegakan hukum yang adil. Dia pun menyarankan agar KPK tak melulu melakukan penangkapan, sehingga mengesampingkan fungsi pencegahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: DPR Harap Ada Masukan KPK dalam RUU KUHP |
Maqdir kemudian mengatakan label korupsi sebagai kejahatan luar biasa adalah sesuatu hal yang berlebihan. Satu-satunya alasan korupsi disebut kejahatan luar biasa, imbuh Maqdir, karena pelakunya adalah pejabat negara.
"Korupsi ini bukan kejahatan luar biasa. Ini biasa, hanya pelakunya penyelenggara negara, pejabat. Nggak perlu berlebihan menjadikan perkara korupsi jadi momok hancurkan negeri ini. Nggak akan hancur negeri ini, walaupun digerogoti iya. Mestinya Komisi Pemberantasan Korupsi pahami yang dilakukan DPR dan pemerintah untuk penegakan hukum, bukan pencitraan," kata Maqdir. (aud/jor)