Kebebasan Pers di Negara Api: Ada 5 Ribuan Media, Ada Sanksi Sosial

Laporan dari Azerbaijan

Kebebasan Pers di Negara Api: Ada 5 Ribuan Media, Ada Sanksi Sosial

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikNews
Selasa, 29 Mei 2018 13:38 WIB
Pertemuan antara rombongan jurnalis RI dan Dewan Pers Azerbaijan. Foto: Hany/detikcom
Baku - Dengan sekitar 9 juta warga, Azerbaijan memiliki jumlah media dan pekerja media yang cukup signifikan. Membuat media sangat mudah, dan jurnalis yang melanggar dikenai sanksi sosial.

"Sekarang ini ada 5 ribu institusi media. Mudah sekali kalau mau buat koran atau media di sini," ujar Ketua Dewan Pers Azerbaijan Aflatun Amasov.

Hal itu disampaikan Amasov saat beraudiensi dengan para jurnalis Indonesia di kantornya, pada Senin (28/5/2018) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Amasov pun mengatakan proses membuat media di negara api ini. Menurutnya pendiri media cukup menulis surat ke Kementerian Keadilan, tentang niatan membuat media bernama tertentu. Kementerian Keadilan lantas mereview dan memastikan agar nama media baru ini tidak sama dengan media yang sudah ada sebelumnya.

"Tidak ada izin khusus untuk ini. Hanya namanya saja jangan sama. Setelah menulis surat, 7 hari sudah bisa mulai aktif. Hanya kasih tahu saja, saya punya media seperti ini," urai dia.

Sementara jurnalis di Azerbaijan jumlahnya mencapai 60 ribuan. Jumlah koran ada 40 jenis, agensi berita ada 50, majalah ada 100, stasiun TV ada 50 (termasuk 30 TV kabel dan 1 TV pemerintah).

Kebebasan Pers di Negara Api: Ada 5 Ribuan Media, Ada Sanksi SosialAflatun Amasov, Ketua Dewan Pers Azerbaijan. Foto: Hany/detikcom


Dengan jumlah media dan pekerja media sebanyak itu, tidak ada kementerian khusus yang mengurusinya.

"Tidak ada organisasi pemerintah yang membawahi media. Tidak ada tekanan pemerintah atas media di Azerbaijan. Silakan, siapa mau menulis apa yang mereka mau tulis," tuturnya.

Dewan Pers Azerbaijan sendiri, menurut Amasov, dibentuk mandiri oleh 300 jurnalis. Tak ada campur tangan pemerintah dalam hal ini.

"Nah 300 jurnalis yang membentuk Dewan Pers ini mengeluarkan aturan kode etik di antara mereka," jelasnya.


Amasov menjelaskan bila jurnalis ingin mengkritik pemerintah atau seseorang, mestilah dengan fakta dan kejujuran.

"Jika media itu menulis tentang diskriminasi SARA, menyebarkan tentang bisnis narkoba dan melakukan penghasutan pada pemerintah tanpa data dan fakta yang jelas bisa berujung pada penutupan media. Penutupan ini dilakukan melalui pengadilan, bukan Dewan Pers," jelasnya.

Nah, Dewan Pers Azerbaijan bisa berperan bila ada pelanggaran kode etik yang dilakukan jurnalis, maka nama jurnalisnya diumumkan agar menerima sanksi sosial.

"Tugas kami mengumumkan bahwa ada wartawan ini membuat kesalahan ini. Biar masyarakat yang menilai sendiri. Ini menurut kami adalah hukuman yang seberat-beratnya. Masyarakat akan tahu kalau jurnalis ini tidak profesional," tuturnya.

Maka hingga hari ini, belum pernah ada kasus jurnalis dibui karena menulis kritikan pada pemerintah. Sanksi sosial rupanya lebih efektif. (nwk/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads