"Ya, oleh karena itu saya ingin mendorong partai politik itu punya code of conduct. Karena, kalau partai sudah memiliki itu, maka partai punya dasar tidak mencalonkan orang-orang yang sudah berstatus napi. Tapi kalau tidak punya itu buat jadi rujukan, maka akan susah mereka untuk melakukan itu," ucap Samad kepada wartawan di kantor DPP PKS, Jl. TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (24/5/2018).
"Pokoknya kita sesuai saja dengan aturan yang ada. Kalau ada aturannya seperti itu, ya kita harus taati," tambah dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak pernyataan lengkap Abraham Samad terkait larangan nyaleg bagi eks koruptor lewat video berikut:
Sebelum Samad, Ketua KPK Laode Syarif mengatakan hal yang sama. Dia mendukung kebijakan KPU yang melarang mantan narapidana korupsi untuk menjadi calon legislator pada 2019.
"Itu (eks napi korupsi diperbolehkan nyaleg) nggak memberikan pembelajaran yang bagus pada masyarakat secara keseluruhan. Jadi saya pikir untuk kebaikan bersama harusnya eksekutif dan legislatif itu tegas saja. Mantan napi tidak boleh diberi kesempatan untuk posisi penting di pemerintahan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Rabu (23/5) kemarin.
KPU berencana mengatur pelarangan tersebut dalam Peraturan KPU atau aturan internal parpol soal rekrutmen caleg. KPU mengusulkan larangan ini masuk Peraturan KPU Pasal 8 tentang pencalonan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Namun usulan ini tak disetujui Komisi II DPR, yang tetap ingin eks napi kasus korupsi tak dilarang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
"Komisi II DPR RI, Bawaslu, Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 ayat 1 huruf g UU 7/2017," bunyi kesimpulan rapat Komisi II dengan KPU dan Bawaslu, Selasa (22/5). (idh/idh)