"Bawaslu adalah wasit dalam pertandingan pemilu 2019, ketika kita melihat Bawaslu tidak netral dan tidak adil maka kami jadi mempertanyakan komitmen Bawaslu terhadap Pemilu 2019. Jangan sampai muncul kecurigaan di benak publik, di benak kita semua tentang bagaimana nanti hasil pemilu 2019 ketika wasit pemilunya saja tidak adil," kata Tsamara di kantor DKPP, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).
Baca juga: PSI Laporkan Ketua Bawaslu ke DKPP |
Dengan alasan itulah, PSI mantap melaporkan Ketua Bawaslu Abhan dan anggotanya ke DKPP. Tsamara mengatakan pilihan itu adalah risiko politik yang ditempuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami siap untuk di penjara tapi itu bukan karena kami salah tapi karena kami tahu kami dizalimi, dan karena kami tahu ini adalah risiko atas nilai-nilai yang kami perjuangkan," tuturnya.
PSI melaporkan Ketua Bawaslu Abhan dan anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin atas dugaan pelanggaran kode etik, dengan beberapa alasan. Hal pertama Bawaslu dianggap melampaui batas dengan meminta kepolisian untuk segera menetapkan Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Chandra Wiguna sebagai tersangka.
Selain itu Bawaslu disebut baru menjelaskan definisi citra diri setelah iklan PSI dibuat. Serta Bawaslu dianggap tidak konsisten dalam memberikan sanksi. Tsamara mengatakan sebelumnya Bawaslu menyatakan akan memberi sanksi administrasi namun Bawaslu melanjutkan proses hukum dengan melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.
Baca juga: PSI Merasa Dizalimi, Bawaslu Membantah |
Bawaslu meneruskan pelanggaran pidana pemilu PSI itu ke Bareskrim karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal. PSI sendiri telah memenuhi penggilan Bareskrim (22/5) untuk memberikan keterangan. PSI diduga melakukan iklan kampanye yang dimuat di koran Jawa Pos edisi 23 April 2018. Dalam koran itu, PSI memuat tulisan 'Alternatif Cawapres dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo'.
Dalam iklan ini, ditampilkan pula foto Jokowi, lambang PSI, nomor urut peserta pemilu PSI, serta nama dan foto calon cawapres dan calon menteri periode 2019-2024. Toni dan Chandra dijerat Pasal 492 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan sanksi hukuman penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 12 juta. (ams/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini