Nobar Film Marsinah di Monas, Koalisi Buruh Harap Penuntasan Kasus

Nobar Film Marsinah di Monas, Koalisi Buruh Harap Penuntasan Kasus

Virgina Maulita Putri - detikNews
Selasa, 08 Mei 2018 21:07 WIB
Koalisi perempuan dan buruh nobar film 'Marsinah' di Taman Aspirasi, Monas. (Virgina Maulita Putri/detikcom)
Jakarta - Koalisi kelompok perempuan dan organisasi buruh meminta kasus buruh Marsinah diusut tuntas. Mereka menilai kasus Marsinah sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Mereka pun menonton bareng (nobar) film tentang 'Marsinah'. Pemutaran film ini diharapkan kembali membuat publik mengingat Marsinah sebagai pejuang buruh. Selain itu, mereka berharap film ini membangkitkan perjuangan buruh dan perempuan.


"Jadi harapannya supaya lebih banyak orang kenal Marsinah. Yang kedua, setelah kenal Marsinah, bisa terus mendorong supaya kasus Marsinah yang sudah 25 tahun ini diusut tuntas. Dan yang ketiga, bisa menyalakan api Marsinah sih soal perjuangan dia sebagai buruh, sebagai perempuan supaya bisa terus jadi semangat teman-teman pergerakan buruh dan perempuan terutama," ungkap Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ellena Ekarahendy.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suasana massa yang menonton film Marsinah di Taman AspirasiSuasana massa yang menonton film 'Marsinah' di Taman Aspirasi. (Virgina Maulita Putri/detikcom)
Kegiatan ini dilakukan di Taman Aspirasi di kawasan Monas, yang tak jauh dari Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (8/5/2018). Pantauan detikcom, film berjudul 'Marsinah: Cry Justice' ini diputar sekitar pukul 19.10 WIB.


Film berdasarkan kisah nyata ini merupakan bagian dari rangkaian acara aksi Panggung Demokrasi '25 Tahun Kasus Marsinah, Usut Tuntas'. Massa yang ikut aksi tersebut menyaksikan film yang dibuat 2001 ini dari sebuah proyektor.

Ellena berencana menyebarluaskan film yang telah didigitalisasi ini ke publik. Sebelumnya, film yang disutradarai Slamet Rahardjo Djarot itu berbentuk analog.


"Pengennya sih (disebarluaskan), cuma ini baru yang perdana. Soalnya kita yang baru pertama izin ke Cinematech buat muter versi digitalnya gitu. Karena kalau kita kontak langsung ke produsernya biasanya mereka menawarkan yang filmnya begitu dan perangkatnya kita agak kurang memadai begitu," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut ada kesulitan dalam pengungkapan kasus itu karena sudah terjadi pergantian pemerintah. Terkait hal ini, Ellena berharap tewasnya Marsinah masuk kategori pelanggaran HAM. Dia berharap kasus ini dapat selesai bersama kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada waktu lalu.


"Kita sih berharapnya agar kasus Marsinah ini bisa dimasukkan dalam kategori pelanggaran HAM. Sehingga dia bisa diusut terus. Dan kita inginnya kita menjalani 20 tahun reformasi dengan saat ironis sebenarnya, karena masih banyak pelanggaran HAM di masa lalu yang belum selesai. Dan kita bersama teman-teman jaringan terus mendesak supaya kasusnya bisa diusut tuntas. Malah kalau bisa ada tim gabungan pencari fakta untuk kasus ini," ungkap Ellena. (jbr/nkn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads