"Usul KPU ini saya sarankan kalau dianggap mendesak ya minta kepada presiden untuk dikeluarkan Perppu tapi kalau dianggap sesuatu yang reguler ya dimasukkan ke prolegnas saja," ujar Mahfud di kantor Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Senen, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).
Menurut Mahfud, secara prosedural, KPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pelarangan. Sebab, mengacu pada Pasal 28 UUD 1945, setiap pembatasan terhadap hak asasi atau pengistimewaan terhadap hak asasi itu hanya bisa diatur di dalam UU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, menurut Mahfud, secara substansial, wacana larangan mantan terpidana kasus korupsi maju menjadi caleg itu sangat bagus. Menurutnya, seorang koruptor tidak laik untuk diusung menjadi caleg.
"Masak caleg orang pernah korupsi, terlibat korupsi. Nggak pantas di manapun. Di negara-negara yang liberal sekalipun ada landasan etik yang menyatakan kalau narapidana tidak harus koruptor, apa lagi koruptor itu nggak boleh maju di jabatan jabatan publik," tuturnya.
Untuk diketahui, KPU tengah membahas Peraturan KPU terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi maju menjadi caleg. Usulan itu muncul menjawab fenomena banyaknya calon peserta pilkada yang berstatus tersangka.
"Nanti akan kita masukkan juga aturan, yang sebenarnya di UU tidak ada, mantan narapidana kasus korupsi dilarang nyaleg, di PKPU pencalonan caleg mau kita masukkan," ujar Komisioner KPU Hasyim Asyari pada Kamis, 29 Maret lalu. (dhn/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini