"Dua opsi ini substansinya sama bahwa mantan napi korupsi itu kita tidak perkenankan (mendaftar caleg). anya mekanismennya beda, impelementasinya saja berbeda," ujar lomisioner KPU Wahyu Setiawan, di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).
Wahyu menjelaskan, KPU mengusulkan larangan ini masuk dalam Peraturan KPU pasal 8 tentang pencalonan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Aturan ini mengatur syarat bagi setiap orang yang akan maju menjadi caleg.
"Kami usulkan ya pasal awal, pasal 8, tapi dalam dialog yang berkembang kami akan mewacanakan agar larangan itu mengikat kepada parpol," kata Wahyu.
Opsi kedua nantinya usulan larangan ini akan diimplementasikan pada partai politik. Larangan ini dapat dilakukan parpol sebagai syarat rekrutmen caleg.
"Lalu opsi kedua parpol dalam mekanisme rekrutmen pencarian caleg akan menerapkan aturan larangan mantan napi korupsi," ujar Wahyu.
Usulan ini menurut Wahyu akan dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR. RDP ini sedianya digelar pada Senin (16/4), namun jadwal RDP diundur selama satu minggu.
"Jadi rapat konsultasi itu kan dengan komisi II, dan komisi II juga sudah menyatakan akan ditunda paling lama satu Minggu," tutur Wahyu.
Rencana pembuatan aturan larangan eks napi korupsi maju caleg ditentang Komisi II DPR. Alasannya aturan itu bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7/2017 yang memperbolehkan siapa pun maju sebagai caleg termasuk bagi yang berstatus tersangka.
"Itu kan aturan UU-nya seperti itu. Jadi KPU tidak bisa memberlakukan aturan yang di luar norma UU. UU masih menyatakan, walaupun dalam status tersangka, dia tetap masih bisa ikut (pencalonan legislatif)," kata Ketua Komisi II Zainuddin Amali di gedung DPR, Jakarta, Senin (2/4). (fdn/fdn)