Jakarta - Wacana penghapusan pilkada langsung membawa ingatan kembali ke saat UU Pilkada disahkan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014. Pakar hukum tata negara Mahfud MD dan Yusril Ihza Mahendra saling sahut soal cerita di balik UU Pilkada tersebut.
Pada 2014, sempat ada revisi UU tentang Pemerintahan Daerah. UU No 23/2014 kala itu ingin mengembalikan kewenangan DPRD untuk memilih kepala daerah.
UU ini disahkan dalam mekanisme voting terbuka dalam sidang paripurna DPR, yang berlangsung sejak Kamis (25/9/2014) hingga Jumat (26/9/2014) dini hari. Waktu itu yang memimpin sidang adalah Priyo Budi Santoso, selaku Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar. Partai Demokrat memilih
walkout dari sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menyusul keputusan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang memerintah saat itu, kemudian menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Akhirnya pemilihan kepala daerah lewat DPRD dibatalkan dan hingga kini kepala daerah dipilih secara langsung.
Awal Mula Saling Sahut Mahfud-YusrilNah, peristiwa di balik keputusan SBY itulah yang jadi perdebatan antara Mahfud MD dan Yusril Ihza Mahendra. Lewat Twitter, Mahfud bicara tentang pernyataan Yusril di salah satu media. Mahfud lalu memberi penjelasan lewat
kultwit sebanyak 21 poin.
"
Statement Yusril terasa ingin memberi kesan bahwa: 1) Saya mendukung Pilkada Langsung; 2) Saya yang menginspirasi SBY untuk berbalik arah sehingga mengeluarkan Perppu. Itu semua manipulatif dan tendensius. Inilah fakta yang bisa dilacak jejak digitalnya," tulis Mahfud.
Mahfud menegaskan bahwa dia adalah salah satu pengusul pilkada dikembalikan ke DPRD atau pilkada tidak langsung. Mantan Ketua MK ini sudah pernah memaparkan pandangannya di berbagai kesempatan, termasuk dalam seminar nasional pada 2012, yang dihadiri Mendagri saat itu, Gamawan Fauzi.
Sejak seminar tersebut, Mahfud mengatakan wacana Pilkada lewat DPRD mulai digodok dan mendapat dukungan dari berbagai pihak. Awalnya mulus di DPR, pembahasan wacana itu lalu berhadapan dengan polarisasi politik di 2014 saat parpol terbelah jadi Koalisi Merah Putih (pendukung Prabowo) dan Koalisi Indonesia Hebat (pendukung Jokowi).
Setelah melalui berbagai perdebatan, baik di dalam maupun di luar DPR, pilkada lewat DPRD disahkan melalui voting di paripurna DPR yang dramatis. Mahfud menceritakan lagi efek setelahnya kepada SBY.
"
Bully terhadap SBY itu bagaikan bah yang menjadi
trending topic sampai berhari-hari. SBY yang sedang melakukan kunjungan ke Amerika mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya tidak setuju pada RUU itu dan SBY setuju dengan aspirasi masyarakat serta akan mencari jalan keluar secepatnya," kisah Mahfud.
 Mahfud MD (Andhika Presetia/detikcom) |
Dari Amerika, SBY kemudian ke Jepang. Mahfud menceritakan bahwa di Jepang, SBY mendapat masukan dari Yusril agar tidak meneken UU Pilkada dan menyerahkannya kepada presiden baru untuk disikapi.
"Saran Yusril di Jepang itu menurut saya tidak
fair dan mendorong presiden baru, Jokowi, masuk dalam 'jebakan Batman'. Sebab, ditandatangani atau tidak, RUU itu akan berlaku dengan sendirinya setelah 30 hari disetujui di DPR. Saran saya waktu itu, SBY harus tanda tangan secara
gentleman," paparnya.
Mahfud pun heran dari mana asal-muasal Yusril menganggap SBY berbalik sikap gara-gara dirinya. Dia menegaskan bahwa sikap dia sudah jelas sejak 2012 mendukung pilkada lewat DPRD.
Yusril Tanggapi Kultwit Mahfud MDMenanggapi
kultwit Mahfud MD, Yusril memberi penjelasan panjang lebar soal pertemuannya dengan SBY di Tokyo dan saran yang dia berikan. Peristiwa itu terjadi pada Oktober 2014. SBY bertanya soal RUU Pilkada dan Yusril berpendapat bahwa apa yang sudah disepakati antara pemerintah dan DPR agar tetap dipertahankan.
"Saya menyarankan lebih baik Presiden SBY tidak tandatangani, dan kemudian serahkan kepada presiden baru bagaimana akan menyikapi RUU tersebut. Presiden baru bisa saja kembalikan RUU tersebut kepada DPR untuk dibahas ulang karena beliau tidak terlibat membahas RUU tersebut," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (13/4/2018).
Yusril mengaku saat itu ditugasi untuk menjelaskan masalah tersebut kepada Jokowi, yang saat itu merupakan presiden terpilih. Lewat telepon, Yusril lalu memaparkan hal tersebut kepada Jokowi. "Saya katakan kepada Pak Jokowi bahwa saya akan membantu menjelaskan permasalahan ini ke publik," ungkapnya.
 Yusril Ihza Mahendra (Grandyos Zafna/detikcom) |
Dari Jepang, Yusril membaca berita bahwa Mahfud menyebut usulnya itu sebagai 'jebakan Batman'. SBY lalu tidak menjalankan saran Yusril untuk menyerahkan RUU Pilkada itu ke presiden baru. Sebagai gantinya, SBY menerbitkan perppu yang mengembalikan pilkada secara langsung.
"Kepada wartawan yang menanyakan masalah adanya keinginan agar pilkada kembali lagi ke DPR, saya kisahkan kembali peristiwa di atas. Saya sama sekali tidak menyinggung bagaimana pendirian Pak Mahfud mengenai pilkada ini, apa beliau setuju pilkada langsung atau cukup melalui DPRD. Mungkin ada yang mengembangkannya ke arah seolah-olah saya 'menuduh' bahwa Pak Mahfud adalah pendukung pilkada langsung. Akibatnya, muncullah reaksi Pak Mahfud bahwa ucapan saya 'tendensius', 'menyesatkan' dan sejenisnya," ujar Yusril.
"Saya mohon maaf kalau berbagai penulisan di media kemudian menimbulkan kesalahpahaman reaksi sedemikian rupa khususnya dari Pak Mahfud," sambungnya.
Setelah
kultwit panjangnya, Mahfud mengaku juga sudah berkomunikasi langsung dengan Yusril. Dia pun memastikan perbedaan pendapatnya dengan Yusril sudah selesai.
"Perbedaan pendapat saya dengan Pak @Yusrilihza_Mhd sudah selesai. Masalahnya clear, ada media yang mengembangkan interpretasinya sendiri di luar yang dikatakan Pak Yusril. Saya sudah berkomunikasi dengan Pak Yusril. Kami adalah sahabat akademis yang sama-sama pernah memimpin institusi/kementerian bidang hukum," tulis Mahfud lewat Twitter, Jumat (13/4/2018).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini