"Saya belum tahu apakah keputusannya sudah final. Jadi menurut saya dari pandangan pribadi saya cukup mengada-ada kalau misalnya KPU memajukan presiden yang sedang menjabat untuk cuti karena dampaknya cukup rumit juga nanti," kata Bamsoet di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Ia kemudian mempertanyakan motivasi KPU memunculkan usulan tersebut. Menurut Bamsoet, usulan tersebut akan berdampak pada persoalan konstitusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya nggak tahu motivasi KPU membahas dan akan mengambil keputusan itu dasarnya apa. Tapi yang pasti kan sejarah Indonesia merdeka nggak pernah ada yang namanya presiden cuti. Karena itu akan ada kekosongan kekuasaan dan nanti menyangkut soal konstitusi," tuturnya.
Bamsoet menilai riskan jika nantinya presiden dan wakil presiden diharuskan cuti bergantian saat kampanye. Karena itu, dia berharap usulan presiden sebagai petahana wajib cuti kampanye ini sebaiknya tidak dilanjutkan.
"Ya diatur (waktu cutinya). Tapi memang agak riskan. Makanya menurut saya KPU kalau itu benar itu cukup mengada-ada dan akan menjadi diskusi publik yang cukup ramai dan membuat gaduh," ujar mantan ketua komisi III ini.
Sebelumnya Komisi II bersama KPU dan Bawaslu sepakat memasukkan ketentuan wajib cuti bagi petahana presiden yang maju Pilpres 2019 ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang sedang digodok pemerintah. Dalam ketentuan tersebut, Wahyu menjelaskan petahana presiden dapat mengambil cuti untuk kepentingan kampanye namun tidak diperkenankan untuk menggunakan fasilitas negara. Kecuali, fasilitas yang melekat seperti pengaman pribadi.
"Prinsipnya, presiden dan wakil presiden yang menjadi kandidat itu tetap (dengan) kekuasaan utuh dan kemudian cuti tetap harus diberlakukan sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara kecuali fasilitas dasar itu melekat seperti pengamanan dan sebagainya," kata Anggota Komisioner KPU Wahyu Setiawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (3/4). (hri/hri)