Pakar bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Ibnu Wahyudi menilai, secara harfiah, kata 'bangsat' merujuk pada binatang kecil penghisap darah yakni, kepinding atau kutu busuk. Untuk itu, kata Ibnu, kata 'bangsat' yang diucapkan Arteria harus dilihat secara kontekstual.
"Jadi, setiap kata itu ada konteksnya. Seperti anjing, itu juga ada konteksnya. Ketika dipakai untuk menyebut binatang peliharaan, nggak ada masalah apa-apa. Misalnya, "anjing kamu lucu". Tapi ketika kata 'anjing' itu dipakai untuk menilai seseorang, di situ yang ikut konotasi, makna ikutannya. Jadi itu tergantung konsensi di masyarakat," kata Ibnu saat berbincang dengan detikcom, Kamis (29/3/2018).
Ibnu juga mengatakan, faktor budaya juga mempengaruhi makna dari perkataan yang dilontarkan. Dia mencontohkan, kata 'babi' di Indonesia memiliki konotasi yang tidak bagus. Namun lain halnya di Korea Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Ibnu mengatakan, orang yang menyampaikan perkataan itu juga berpengaruh dalam maknanya. Selai itu, situasi saat penyampaian kata juga harus diperhatikan.
"Jadi, konteksnya itu ditarik waktu bicara dengan Kemenag itu saat bercanda, atau merujuk pada makhluk atau tergantung penilaian kinerja. Di sini persoalannya kemudian yang bicara siapa, yang diberi embel-embel siapa. Ini anggota DPR yang bicara, dia membawa sebuah atribut, label. Yang mestinya cara berucapnya, pilihan katanya teratur bagus dan dipertimbangkan dengan baik. Tidak bisa faktor emosi, kalau emosi artinya dia tidak biasa. Jadi atribut dia sebagai anggotra DPR akan terbawa, ini juga konteks," jelasnya.
Untuk itu, kata Ibnu, pemilihan kata untuk melontarkan kiritk, harus betul-betul diperhatikan. "Artinya, siapa saja bisa menilai pantas tidaknya. Kalau seseorang setiap saat menggunakan kata 'bangsat' untuk keperluan apapun, berarti dia tidak intelektual. Jadi pemilihan kata itu harus berhati-hati. Seseorang yang terhormat harus menjaga ucapannya, perkataannya" katanya.
Makian Arteria itu lalu menimbulkan polemik. Komisi VIII DPR, yang membidangi agama, kemudian memberikan pembelaan ke Kemenag sebagai mitra kerja.
"Saya yakin Kementerian Agama punya iktikad yang kuat untuk menyelesaikan persoalan penyelenggaraan umrah yang bermasalah itu," kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzili.
PPP, partai tempat Menag Lukman Hakim Saifuddin bernaung, pun meminta Arteria menyampaikan permohonan maaf ke jajaran Kemenag. Hal tersebut lantaran jajaran pejabat dan pegawai Kemenag marah karena tak terima atas makian politikus PDIP itu.
"Saya kebetulan tadi pagi dengan Pak Menteri (Menag Lukman Hakim). Beliau sampaikan bahwa kalau katakanlah itu slip of tounge saja. Tapi jika ada permintaan maaf, kemungkinan besar bisa selesai dengan baik," tutur Sekjen PPP Arsul Sani.
Kritik juga datang dari Partai Hanura. Meski DPR memiliki hak imunitas, Ketua Fraksi Hanura Inas Nasrullah meminta anggota Dewan tetap menjaga perkataannya.
"Anggota Dewan memang dilindungi ketika bicara apa pun dengan mitranya. Akan tetapi perlu menjaga kata-kata baik," sebut Inas.
Namun tidak hanya kritik yang didapat Arteria. Sejumlah pihak membela pernyataan Arteria itu, termasuk dari rekan satu fraksinya.
"Kan 'bangsat' itu relatif ya. Maksud beliau bangsat ini siapa sih? Kan dia tidak menunjuk orang, kementerian. Kan tidak sebut nama dia," ujar anggota Fraksi PDIP Junimart Girsang.
Politikus dari sesama partai pendukung pemerintah, PKB, juga memberi pembelaan kepada Arteria. Wasekjen PKB Daniel Johan meminta agar polemik 'bangsat' tak diperpanjang.
"Yang lebih substansial bukan soal maaf atau tidaknya, melainkan sebagai upaya korektif untuk kebaikan masyarakat, agar lembaga, kementerian, khususnya yang mengurus kepentingan umat, dapat benar-benar melayani dengan sebaiknya," ucap Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.
Arteria Dahlan sendiri telah menyampaikan permohonan maaf atas makiannya terhadap Kementerian Agama. Ia membeberkan sejumlah alasan mengapa makian itu terlontar dari mulutnya.
"Kalau ada ketersinggungan, mohon maaf. Kalau saya menyinggung Pak Menteri (Menag Lukman Hakim Saifuddin) dan teman-teman Kemenag," kata Arteria di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
"Semua mengatakan diksi ya, diksi kata 'bangsat'-nya beririsan ada yang tersinggung, saya katakan, saya mohon maaf," imbuhnya.
Ia kemudian menjelaskan maksud makian 'bangsat' yang ia alamatkan kepada Kemenag dalam rapat kerja Komisi III dengan Jaksa Agung, Rabu (28/3). Arteria menyebut sangat geram atas kondisi korban penipuan biro travel umrah yang saat ini makin banyak.
Penanganan dari Kemenag dinilai belum cukup solutif bagi masyarakat. Ia kecewa Kemenag belum bisa mengakomodir permasalahan itu dengan baik. Bahkan, Arteria mengatakan Kemenag terkadang terkesan cuci tangan.
"Tapi saya tidak bisa membiarkan ada umat, ada rakyat yang sedang keterbatasan uangnya, nabung, masuk dia ke lembaga penyedia jasa umrah. Ternyata apa, jangankan umrah, uangnya juga hilang. Dan begitu hilang apa yang dikatakan? 'Mohon maaf ini bukan urusan kami lagi, urusannya sudah di lembaga penegak hukum, kepolisian, sekarang di kejaksaan'," ucap Arteria.