"Kita sudah menangin gugatan dari kita minta Pemprov untuk segera air dikembalikan pada PAM, sampai saat ini belum dijalanin. Ini kan Hari Air Sedunia, masyarakat masih kesulitan air bersih. Pemda harus menjalani keputusan Mahkamah Agung pengelolaan air dikembalikan pada PAM melibatkan laki-laki dan perempuan," kata Erna, salah satu orator, di depan Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita masih belum bisa masuk ke dalam (Balai Kota). Badan ini rasanya sudah gatal. Karena Pak Gubernur tidak mengizinkan kita masuk, kita mandi di sini," teriak Erna.
Sementara itu, salah satu nelayan dari Muara Angke, Jakarta Utara, yang ikut berdemo juga mengeluhkan kelangkaan air. Dia meminta Pemprov serius menangani masalah air di Jakarta.
![]() |
"Kami di pesisir sangat menderita, para nelayan sangat menderita, karena nelayan kalau dari laut gatal dan bau, maka dari itu nelayan membutuhkan air bersih. Pesisir Muara Angke Kaliadem harga air mahal. Saat ini terus terang nelayan sangat langka dapat air bersih," paparnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan gugatan warga Ibu Kota terkait swastanisasi pengelolaan air Jakarta. MA menyatakan para tergugat, antara lain PT Aetra Air Jakarta, PT PAM Lyonnnase Jaya (Palyja), dan Pemprov DKI Jakarta, telah melawan hukum karena menyerahkan kewenangan pengelolaan air Jakarta kepada pihak swasta.
MA pun memerintahkan PT Aetra, PT Palyja, dan Pemprov DKI Jakarta menyetop swastanisasi air dan meminta pengelolaan air di Jakarta sesuai dengan konvensi internasional dan UU Nomor 11 Tahun 2015.
Gugatan swastanisasi air ini diajukan oleh beberapa organisasi, di antaranya Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta. Mereka menggugat, antara lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Pemprov DKI Jakarta, PT Aetra, dan PT Palyja. (fiq/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini