"Sikap KPK sudah jelas mengenai hal itu. Kita juga sudah surati DPR, Presiden, dan Kemenkumham. Kita sampaikan bahwa KPK menolak atau keberatan kalau aturan tindak pidana korupsi dimasukkan dalam RUU KUHP. Sikap kita masih sama dari dulu sampai sekarang," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (8/3/2018).
Jika tindak pidana korupsi masuk dalam KUHP nantinya, Febri menyebut ada risiko kasus itu menjadi tindak pidana umum. Bukan sebagai tindak pidana khusus, seperti yang selama ini ditangani KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di luar masa transisi yang diatur, lanjut Febri, itu pasti menjadi perdebatan hukum. Pasalnya, KUHP sudah memuat tindak pidana korupsi, sementara UU Tipikor juga mengatur hal yang sama.
"Jadi akan lebih baik kalau memang ada iktikad baik bersama-sama melakukan pemberantasan korupsi, mari kita revisi UU 31/1999," ujar Febri.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi rumusan delik korupsi yang ada dalam RUU KUHP. Bahkan mereka menolak keras karena berpotensi memunculkan dualisme hukum.
Terkait dengan isu pemberantasan korupsi, wacana kodifikasi delik korupsi dalam RKUHP dinilai juga masih memunculkan persoalan yang berpotensi mengambil kewenangan lembaga independen dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.
"DPR mengatakan, jika RKUHP disahkan, tidak mengganggu kerja KPK, namun kenyataannya sebaliknya. Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak berlaku lagi jika RKUHP disahkan. Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Korupsi Pencegahan Korupsi karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan," tutur Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama Langkun di kantor ICW, Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan. (nif/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini