Anggota Panja RKUHP Arsul Sani menegaskan pihaknya sepakat mengatur kalau hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang bisa menindak korupsi sektor swasta. KPK sendiri tidak dimasukkan sebagai penegak hukum yang bisa mengusut korupsi tingkat swasta. Apa alasannya?
Baca juga: Pidana Korupsi Akan Diatur dalam RUU KUHP |
"Polisi dan Kejaksaan. Karena UU KPK hanya memberikan kewenangan terhadap dugaan tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara. Itu harap digarisbawahi," ujar Arsul di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Salah satu syarat agar KPK bisa menindak korupsi swasta, kata Arsul, ialah dengan revisi UU KPK. Dalam UU KPK, disebutkan Arsul, telah diatur tegas batas kewenangan KPK dalam menindak perkara korupsi, yaitu yang dilakukan penyelenggara negara saja.
"Kalau KPK mau itu, dia harus menyatakan secara resmi ke DPR bahwa mereka setuju dengan revisi UU KPK karena kalau kewenangan kelembagaan adanya di UU kelembagaan. Kenapa kok Polri itu ada? Jadi di UU kelembagaan dan Hukum Acara, di KUHAP, bukan di RKUHP. Kalau KPK minta kewenangan itu, nyatakan dengan terbuka minta revisi UU KPK," katanya.
Arsul menyebut RKUHP adalah UU yang mengatur pidana materiil. Pidana materiil itu dijelaskannya merupakan perbuatan yang bisa dikriminalisasikan dan hanya lembaga penegak hukum yang ditetapkan kewenangannya berdasarkan UU kelembagaannya atau minimal KUHAP yang bisa melakukan tindakan.
"Jadi, kalau misal, kenapa Polri menjadi penegak hukum yang mengusut semuanya, ya karena itu dinyatakan dalam KUHAP dan dinyatakan dalam UU Polri. Kenapa kejaksaan bisa mengusut tindak pidana khusus, karena itu dinyatakan dalam UU Kejaksaan," tegas dia.
KPK disebut meminta kewenangan masuk ke dalam penindakan korupsi sektor swasta yang sedang diatur dalam RKUHP dan meminta revisi UU Tipikor agar bisa mewujudkannya. Arsul menegaskan permintaan tersebut kurang tepat.
"Yang namanya UU Tipikor itu juga UU yang mengatur perbuatan hukum pidana materiil, sama dengan KUHP. Kalau UU Tipikor itu sekarang ini isinya bentuk perbuatan yang bisa dituntut berdasarkan delik korupsi, ada 22. Tapi, kalau siapa yang berwenang, tetap harus kembali ke UU kelembagaan," sebutnya.
"Jadi lucu kalau merevisi UU Tipikor, ini ibarat kayak merevisi KUHP kemudian menyisipkan kewenangan polisi, Kejaksaan dan KPK. Tidak bisa. Ada tempatnya sendiri," tegas politikus PPP itu. (gbr/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini